http://sejarah10-usk.blogspot.com/

Rabu, 28 Desember 2011

TINJAUAN KRITIS QANUN MEUKUTA ALAM

Tinjaun kritis “ qanun meukuta alam ”


DI SUSUN
OLEH

Ade Irawan
Rizki Rasnawi












JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2011






Kata Pengantar
Atas berkat Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang akhirnya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang tinjauan kritis QANUN MEUKUTA ALAM.
makalah ini kami tulis dengan bekerja sama dengan anggota kelompok dan mencari terlebih dulu dari berbagai sumber-sumber yang berhubungan dengan judul tersebut., mungkin dari isi makalah ini banyak hal-hal yang belum pernah kita tahu sebelumnya dan mungkin ada permasalahan-permasalahan yang tidak kami cantumkan atau terlampir karena banyaknya masalah sejarah yang menyangkut dengan qanun meukuta alam tersebut. kami hanya bisa menguraikan sedikit tentang qanun meukuta alam.
Kami harapkan makalah ini dapat menjadi sedikit ilmu yang dapat bermamfaat untuk kita, terutama dalam memperkaya nuansa dan perkembangan wawasan dalam studi kita ini. Kepada segenap yang telah membantu penyelesaian makalah ini, terutama segenap anggota kelompok yang telah mau membantu.
kami hanya bisa memaparkan sedikit dari sekian banyak masalah sejarah yang terdapat di dalam Perkembangan qanun meukuta alam pada kerajaan aceh. maka usaha kami ini pun tak luput dari kekurangan. untuk itu diharap kan kepada pembaca agar bisa memahaminya, mengkritik, dan memberi saran agar kami perbaiki dan kami menambahkan dimana ada kekurangannya.

Banda aceh. 08-februari-2011

penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………....…I
DAFTAR ISI………..…………………………………………………………………………………II
BAB I Pendahuluan……..……………………………………………………………………....1

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………...….1
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………….1

BAB II qanun meukuta alam……………..……………………………………………….……..2
2.1 Lahirnya Qanun Meukuta Alam………………………………………………...2
2.2 Pengaruh Qanun Al-Asyi ..………………………………………….……..…....5
BAB III Penutup…………………………………………………………………………..…....6
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..………...6
3.2 Saran ……….……………………………………………………….……...….…6
DAFTAR PUSTAKA













Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Aceh adalah daerah yang menjadi tempat mulanya perkembangan agama Islam. Secara kronologis, Kerajaan Islam di Aceh dimulai oleh Kerajaan Aceh Darussalam, ber¬pusat di Banda Aceh, sekitar abad 16 M. Pada masa itu Aceh juga tampil sebagai pusat kekua¬saan politik sekaligus pusat perkembangan budaya dan peradaban Asia Tenggara.
Sebagai ahli waris Kerajaan Peureulak (225-692 H/ 840-1292 M), Kerajaan Islam Samudra Pasai (433-831 H/ 1042-1428 M), dan Kera¬jaan Islam Lamuri (601-916 H/ 1205-1511 M), maka Kerajaan Islam Aceh Darussalam yang diproklamirkan pada Kamis, 12 Dzulqaidah 916 H/ 20 Februari 1511 M. Ia yang pada awal abad XVI Miladiyah telah menjadi salah satu dari “Lima Besar Islam”, melengkapi dirinya dengan berbagai peraturan perundangan, organisasi dan lembaga-lembaga negara, termasuk pusat-pusat pendidikan yang bertugas mengadakan tenaga-tenaga ahli dalam segala bidang dan mencerdaskan rakyat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari masalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh Qanun Meukuta Alam pada kerajaan aceh Darussalam, pengaruh yang menerapkan qanun meukuta alam di Negara-negara tetangga dan tijauan tentang isi qanun tersebut yang diterapkan didalam pemerintahan kerajaan aceh Darussalam yang bersumber dari Al-quran, Hadist, ijma’, dan Qias semasa sultan iskandar muda sampai pada raja terakhir aceh Darussalam.







Bab II
Qanun Meukuta Alam
2.1 Lahirnya Qanun Meukuta Alam
Qanun meukuta Alam adalah suatu peraturan yang menetapkan dasar-dasar pokok atau bagi kerajaan Aceh Darussalam, yang dalam istilah modern dapat disamakan dengan “Undang-undang Dasar Negara”. Qanun Meukuta Alam oleh sumber-sumber Barat sering disebut dengan “Adat Meukuta Alam”.
Menurut keterangan Teungku Di Meulek dalam risalahnya : Silsilah Raja-raja Samudra/Pase, bahwa raja yang mula-mula menyuruh susun Qanun Aceh adalah Sulthan Alaiddin Riayat Syah Al Kahhar (945-979 H. = 1539-1579 M), kemudian disempurnakan oleh Sulthan Iskandar Muda Darma Wangsa Perkasa Alam Syah (1016-1045 H. = 1607-1636 M). Dan kemudian disempurnakan lagi mengenai kedudukan wanita, oleh Sulthanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat (1050-1086 H. = 1641-1675 M), malahan pada saat itu disuruh bukukannya dengan lebih sempurna.
Bentuk Dan Dasar Negara
Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa bentuk ne
negara yaitu kerajaan dan dasar negara yaitu Islam, yang dengan
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Negara berbentuk kerajaan, dimana kepala negara bergelar
sulthan dan diangkat turun temurun. Dalam keadaan dari
keturunan tertentu tidak ada yang memenuhi syarat-syarat,
boleh diangkat dari bukan turunan raja.
2. Kerajaan bernama Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Ibukota
Negara Banda Aceh Darussalam.
3. Kepala negara bergelar Sulthan Imam Adil, yang dibantu
oleh Sekretaris Negara yang bergelar Rama Setia Kerukun
Katibul Muluk.
4. Orang kedua dalam kerajaan, yaitu Kadli Maiikul Adil,
dengan empat orang pembantunya yang bergelar Mufti
Empat.
5. Untuk membantu sulthan dalam menjalankan pemerintahan
negara, kanun menetapkan beberapa pejabat tinggi yang bergelar Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-menteri).
Qanun al-Asyi atau Adat Meukuta Alam merupakan sumber hukum dari kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan Undang-undang (UU)-nya kerajaan aceh.
Qanun al-Asyi (Qanun Adat Meukuta Alam), bahwa "adat bak Poteumeureuhoem, hukoem bak Syiah Kuala, qanun bak Putroe Phang, reusam bak Lakseumana", itu adalah pembagian kekuasaan. Yang berarti, bahwa kehidupan dan penghidupan masyarakat aceh bersendi pada adat(yang dipimpin oleh surltan sebaga eksekutif). Hokum berkaitan dengan penegakan hokum syariat yang berada pada ulama(sebagai yudukatif),qanun berkaitan dengan pembentukan peraturan yang berada dibawah perwakilan yang pembentukannya dipelopori oleh putroe phang(sebagai legislatif), dan reusam berkenaan dengan perihal protokoler yang tata kelola diserahkan kepada laksamana.
Dalam Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh Darussalam itu, yang bersumber pada al-Quran, al-Hadits, Ijma' dan Qias, disebutkan empat kekuasaan hukum yang diatur di dalamnya meliputi;
• kekuasan hukum (yudikatif) –kadhi malikul adil;
• kekuasaan adat (eksekutif) –sultan malikul adil;
• kekuasaan kama (Legislatif), --majelis mahkamah rakyat; dan
• kekuasaan reusam (hukum darurat) yang dipegang sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam keadaan perang.
Qanun Meukuta Alam memuat ketentuan-ketentuan bagi kerajaan, tentang masalah-masalah sebagai berikut :
1. Dasar serta rukun Negara dan sistem pemerintahan.
2. sumber hukum dan jenis-jenis hukum yang berlaku dalam kerajaan.
3. pemerintah pusat dan pembagian wilayah-wilayah negara.
4. Lembaga-lembaga negara dalam tingkat pusat serta tugas wewenangnya.
5. Nama-nama dan gelar jabatan bagi pejabat tinggi tingkat pusat.
6. Syarat-syrat menjadi Sulthan, Menteri Qadli dan pejabat tinggi lainnya.
7. Hak-hak warganegara dan hubungannya dengan negara.
8. Susunan Pemerintah Daerah dan tugas-tugas para pejabat daerah.
9. Cara-cara pengangkatan Sulthan.
10. Organisasi Angkatan Perang dan gelar-gelar para perwira tinggi/menengah.
11. Negara dalam keadaan perang.
12. Peraturan dasar tentang Perdagangan dalam dan luar negeri.
13. Syarat keadilan Pemerintah dan ketaatan rakyat.
14. Qanun meukuta Alam juga menetapkan garis pokok tentang bagaimana seharusnya Sulthan dan para pejabat tinggi lainnya menjalankan pemerintahan
Qanun Meukuta Alam telah diambil contoh oleh beberapa negara, terutama oleh negara tetangga, seperti ditulis oleh ahli sejarah Muhammad Said, dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad halaman 174.
Beberapa peraturan yang disempurnakan. Penerbitan hukum yang dibangun oleh Iskandar Muda memperluas kemashurannya sampai keluar negeri, India, Arab, Mesir,Belanda, Inggeris, Portugis, Spanyol dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga mengambil peraturan hukum di Aceh untuk menjadi teladan, terutama peraturan itu berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama.
Negara Hukum
Kerajaan Aceh Darussalam dinyatakan sebagai satu Negara Hukum, seperti yang tercantum dalam Qanun Meukuta Alam. ”Bahwa Aceh Dararussalam adalah negeri hukum yang sah dan rakyat bukan patung yang terdiri di tengah pedang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya lagi panjang sampai ketimur dan kebarat.
Mengenai sumber hukum, didalam Qanun Meukuta Alam disebutkan, yaitu :
• Al-Qur’an
• Al-Hadist
• Idjma’ Ulama Ahlussunnah Wal Djama’ah
• Qias
Adapaun hukum yang bersumber pada empat hukum diatas, yaitu :
• Hukum yaitu yang mengatur masalah-masalah keagamaan
• Adat yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah kenegaraan
• Reusam yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah kemassyarakatan
• Qanun yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah ketentaraan/pertahanan
Demikianlahn dalam Qanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa Sulthan, Qadli Malikul Adil, Wazir (para menteri), Panglima Angkatan Perang, pejabat sipil (hulubalang), dan pejabat-pejabat lainnya diwajibkan tunduk kebawah Qanun (Undang-undang Hukum Negeri Aceh). Dan juga dalam Qanun Meukuta Alam mengatur syarat keadilan bagi para penguasa, terutama bagi Sulthan, artinya harus berlaku adil kepada rakyat, juga ditujukan untuk semua pejabat dalam Kerajaan Aceh Darussalam.
Dalam pasal 12 Qanun Al-Asyi disebutkan, "Apabila Uleebalang dalam negeri tidak menuruti hukum, maka sultan memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu, menyuruh pukul Uleebalang negeri itu atau diserang dan Uleebalang diberhentikan atau diusir, segala pohon tanamannya dan harta serta rumahnya dirampas."
Cap sikureueng
Menurut yang termaktub dalam Qanun Meukuta Alam bahwa delapan orang Sulthan yang namanya tercantum berkeliling dalam cap sikureueng adalah melambangkan empat jenis sumber hukum dan empat jenis nama hukum, sehingga Sulthan yang namanya tercantum ditengah-tengah adalah Sulthan yang sedang berkuasa.Filsafah dari cap sikureueng yaitu bahwa sulthan harus berada dalam lingkungan hukum tidak boleh menyeleweng dari rel qanun.
Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai wilayah-wilayah perlindungannya di luar Aceh, baik di Sumatra maupun diseberang lautan, yang didalam Qanun Meukuta Alam disebut ”daerah taklukannya”. Kepada daerah-daerah di luar Aceh, mereka diberi hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri seluas-luasnya, hanya yang di urus oleh pemerintah pusat di Banda Aceh, yaitu urusan luar negeri dan pertahanan
2.2 Pengaruh Qanun Al-Asyi
Qanun Al-Asyi atau disebut juga Adat Meukuta Alam bersumpahkan Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’ Ulama dan Qias. Qanun Al Asyi menetapkan bahwa dari empat sumbernya itu dibentuk empat jenis hukum, yaitu (1) kekuasaan hukum, dipegang oleh Kadli Malikul Adil, (2) kekuasaan adat, dipegang oleh Sultan Malikul Adil, (3) kekuasaan qanun, dipegang oleh Majelis Mah¬kamah Rakyat, (4) kekuasaan reusam, dipegang oleh penguasa tunggal, yaitu sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam negara perang.
Dalam melaksanakan empat jenis hukum ini, Qanun Al-Asyi menetapkan bahwa raja dan ula¬ma harus menjadi dwi tunggal, seperti tercan¬tum dalam qanun (yang diturunkan apa adan-ya). Artinya, ulama dengan raja atau rais tidak boleh jauh atau bercerai. Jika bercerai, niscaya binasalah negeri ini. Barang siapa mengerjakan hukum Allah dan meninggalkan adat, maka tersalah dengan dunianya, dan barang siapa mengerjakan adat dan meninggalkan hukum Allah, berdosalah dengan Allah. Maka hendak¬lah hukum dan adat seperti gagang pedang dengan mata pedang. Ini menandakan bahwa hukum sekuler yang berdasarkan akal (rasional) semata belumlah lengkap, karena jangkauan akal itu sangat terbatas. Sesungguhnya ada hal-hal yang tak terjangkau oleh akal sekalipun.
Qanun Al-Asyi yang disebut juga Meukuta Alam. Oleh para ahli sejarah dikatakan amat sempurna menurut ukuran zamannya. Hal ini menyebabkan Qanun Al-Asyi dipakai menjadi pedoman oleh Kerajaan-Kerajaan Islam lainnya di Asia Tenggara. Dalam hal ini, H. Muhammad Said, seorang ahli sejarah, menulis beberapa peraturan disempurnakan.
Oleh karena kemasyhuran perundang-un¬dangan Kerajaan Islam Aceh masa itu, banyak negeri tetangga yang melakukan copy paste peraturan hukum Aceh untuk negerinya. Di antaranya, India, Arab, Turki, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Hal ini terutama karena peraturan itu berunsur ke¬pribadian yang dapat dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama. Jadi, adat Meukuta Alam adalah adat yang bersendi Syara’.
Haji Muhammad selanjutnya menulis “… Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei (sekarang Kerajaan Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sul¬tan bernama Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengam¬bil pedoman-pedoman untuk peraturan ne¬gerinya dengan berterus terang mengatakan mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.” Hal ini suatu bukti kemasyuran dan nilai tinggi Negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Qanun Meukuta Alam adalah nama perundang-undangan Kerajaan Aceh Darussalam

Rukun-rukun kerajaan ini diharuskan oleh Qa¬nun Al-Asyi agar seorang sultan yang diangkat menguasai ilmu dunia dan akhirat, kuat iman, dan menjalankan syariat. Tentang hal ini, da¬lam qanun termaktub: “Bahwa jika raja adil, maka dia harus memiliki ilmu dunia dan akhirat, memiliki iman yang kuat, taqwa kepada Allah, malu kepada Rasul Allah, serta mengerjakan syariat nabi.”
Di samping itu, harus beramal shalih, berbuat adil kepada sekalian rakyat, mampu melawan hawa nafsu syaitan, dan mampu mensejahtera¬kan kehidupan rakyat sehingga selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Akan tetapi, jika se¬orang sultan bersikap zalim, dia harus dihukum sesuai yang berlaku dalam Qanun Al-Asyi.
Sebagai satu kerajaan yang dibangun atas aja¬ran Islam, Kerajaan Aceh Raya Darussalam din¬yatakan sebagai negara hukum, bukan negara hukuman yang mutlak. Hal ini sesuai maksud Qanun Al-Asyi, “Bahwa Negeri Aceh Darussalam adalah negeri hukum yang mutlak sah, bukan negeri hukuman yang mutlak sah. Rakyat bukan patung berdiri di tengah padang, tapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya, lagi panjang sampai ke timur dan barat. Jangan dipermudah sekali-kali rakyat.”
Tentang sumber hukum, dalam Qanun Al-Asyi dengan tegas dicantumkan bahwa sumber hukum Kerajaan Aceh Darussalam yaitu Al- Qur’anul Karim, Al-Hadist, Ijma’ ulama, ahli sun¬nah, dan Qias. Qanun Meukuta Alam adalah nama perundang-undangan Kerajaan Aceh Darussalam sejak masa Sultan Iskandar sampai Sultan Muhammad Daud Syah; sebagai sultan Aceh terakhir.








Bab III
penutup
3.1 Simpulan
Qanun meukuta alam atau Qanun Al-Asyi adalah undang-undang yang terdapat pada kerajaan aceh Darussalam. Qanun meukuta alam adalah qanun yang disempulnakan oleh oleh sultan iskandar muda. Dan diteruskan oleh penerus-penerusnya. Dalam Kanun Meukuta Alam ini, diatur segala hal ihwal yang berhubungan dengan negara secara dasarnya saja, baik yang mengenai dengan dasar negara, sistem pemerintahan, pembahagian kekuasaan dalam negara, lembaga-lembaga negara dan lain-lainnya. Sumber hukum dari meukuta alam adalah Al-Qur’an, Al-hadist, Idma’ Ulama dan Qias.
Qanun meukuta alam mengatur kekuasan hukum (yudikatif) –kadhi malikul adil, kekuasaan adat (eksekutif) –sultan malikul adil, kekuasaan kama (Legislatif), majelis mahkamah rakyat dan kekuasaan reusam (hukum darurat) yang dipegang sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam keadaan perang. Penerbitan hukum yang dibangun oleh Iskandar Muda memperluas kemashurannya sampai keluar negeri, India, Arab, Mesir, Belanda, Inggeris, Portugis, Spanyol dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga mengambil peraturan hukum di Aceh untuk menjadi teladan, terutama peraturan itu berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama.
3.2 saran
qanum meukuta alam adalah qanun yang hebat pada masanya. agar qanun ini tetap hidup maka daripada itu diharapkan kepada sejarawn, pembaca, dan menerus-penerus pemuda aceh harus mengetahui tentang qanun meukuta alam ini. Agar undang-undang ini tidak di lupakan begitu saja karena ini adalah salah satu sejarah tentang undang-undang yang terdapat aceh zaman dahulu.














DAFTAR PUSTAKA

Said, mohammda. Aceh sepanjang abad, jil 1. Medan: waspada, 1981.

Hoesin, Muhammad. Adat aceh,cet 1. Banda aceh: dinas P & K aceh, 1970.

Ali,hasjmy, 59 tahun aceh merdeka dibawah pemerintahan ratu. Jakarta : bulan bintang,1977

Internet

2 komentar: