http://sejarah10-usk.blogspot.com/

Kamis, 29 Desember 2011

ACEH PORTUGIS DI SELAT MALAKA PADA SULTAN ISKANDAR MUDA ABAD KE-17

ACEH PORTUGIS DI SELAT MALAKA PADA SULTAN ISKANDAR MUDA ABAD KE-17


Di

S
U
S
U
N

Oleh:




Nama : Nim
Armizani 1006101050006
Erni Gustina 1006101050004
















FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSIITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH

2011

















Kata Pengantar

Puji syukur panjatkan ke hadirat Allah swt, karna berkat rahmadnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul konflik aceh portogis di selat malaka pada masa sultan iskandar muda abad ke-17. makaalah ini di ajukan guna memenuhi tugas mata kuliah sejarah aceh, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehinga makalah ini dapat di selesaikan tepat pada waktunya, makalah ini maasih jauh dari sempurna, oleh kaarena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersipat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermartabat untuk pengebangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua













































Daftar isi




HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI


A. LATAR BELAKANG GAMBAR
1. Perlawanan rakyat malaka terhadap portugis
2. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap portugis

a. Perlawanan Aceh dengan portugis
b. Akhir dari perang Aceh dengan portugis




B. RUMUSAN MASALAH
1. Latar belakang yang menyebabkan portugis mundur
2. Apakah setelah Aceh berhasil menyerang Portugis Aceh juga menyerang Johor



C. RINGKASAN

































KONFLIK ACEH PORTUGIS DI SELAT MALAKA PADA MASA SULTAN ISKANDAR MUDA ABAD KE 17



A. LATAR BELAKANG

Masa setahun sejak Sultan Ali Wayat Syah naik tahta terhadap suasana yang tenteram dalam kerajaan Aceh. Saudaranya, sultan Husin yang memerintah dipedir, upanya telah tidak dapat merendam kan keresahan yang timbbul di kalangan penduduk, perkembangan buruk telah di baca oleh Husin. Dan timbulah cek-cok antara ke dua saudara tersebut

Rasa tidak puas pada sultan muda ( atau sultan Ali R ayat Syah) tersebut di perlihat kan juga oleh Iskandar Muda yang waktu itu masih kenal bernama Perkasa Alam

Sikap Perkasa Muda yang masih remaja di pandang mengangu ketertiban oleh Sultan Ali Ri ayat Syah, yang sudah siap untuk menangkapnya, karna tau lebih dahulu renjana tersebut perkasa alam menyingkir ke pidir, minta perlindungan pada pamannya,, Sultan Husin,, lalu terbit amarah Sultan Ali dikirimnya ekspendesi menyerang pedir, hasilnya Perkasa Alam dapat di tangkap dan di penjarakan karna memang Sultan Ali tidak becus memerintah, tidak sangup mengamankan keadaan, perampokan dan pemerasan menjadi jadi masa itu gahath ( bahaya kelaparan ) dan banyak manusia mati pada saat itu,, suasana labil ini terdengar oleh portugis, bangsa portugis menyatakan bahwa adanya kesempatan baik untuk memukul aceh,, bukankah kerajaan yang letaknya di ujung Sumatra itu serupa duri di matanya ? setelah setahun kemudian, dalam Bulan Juni 1606 , Armada portugis di bawah pimpinan Martin Affonso de castro, melancarkan serangan gencar terhadap Aceh,, Aceh menghadapi perlawanan itu tapi tidak berhasil bahkan benteng Aceh berhasil di rebut portugis

Dari penjara, Perkasa Alam melihat bahaya-bahaya itu dia mengirimkan pesan( Surat) ke pada Sultan bahwa kiranya jika ia di lepaskan dari penjara dan di beri senjata,, dia berjanji akan mengusir portugis, permintaan Perkasa Alam di penuhi oleh pamannya Sultan Husin, dan Perkasa Alam memang melawan portugis dengan mati-matian, sekitar tiga ratus serdadu portugis mati konyol akibat serangan dahsyat Perkasa Alam,, Benteng yang sudah diduduki olehh portuugis di rebut kembali oleh Perkasa Alam setelah di serbu dengan suatu serangan tentara gajah yang dahsyat di bawah komando Perkasa Alam sendiri melihat malapetaka sudah datang, maka portugis yang masih tinggal di kapalnya lalu lari menuju malaka, di tengah jalan mereka terpergok oleh armada Belanda,m lalu mereka di pukul dan hanjur.

Mengenai benteng yang di serang oleh Perkasa Alam dapat di jelaskan bahwa benteng yang di maksud adalah benteng kuta Lubok, letaknya di Krung Lam Reh dekat Krueng Raja.

Bekas-bekasnya masih masih bisa di jumpai, Ferendrick de houtman (Belanda yang pernah terkuruung 2 tahun di Aceh ) memberitakan portugis ketika ia datang dari portugis 15 November 1600 dan meminta kesempatan memamfaatkan benteng “ Kuta Lubok “ yang ada di Krueng Lam Reh, di kuala Aceh dengan imbalan Sultan di Bantu merebut Johor.

Dalam penyerangan Decastro penaklukan seluruh Aceh akan di lakukan dari benteng yang baru di dudukinya itu, tapi ternyata terjadi sebaliknya dengan serbuan hebat dari tentara gajah yang di pimpin oleh Perkasa Alam sendiri dan berhasilah benteng itu di rebut oleh Aceh kembali bukan sekedar perebutan benteng saja tapi juga seluruh sisa-sisa portugis terhapus dari Aceh. Dengan sukses ini segera menonjol keperkasaanya yang mengemparkan itu.

Suasana Abad ke 17 telah mendarang orang untuk berpilsapat “ murah “ siapa kuat mengambang siapa tengelam. Masa itu sudah tiga bangsa ogreser yang munjul di perairan Indonesia yakni Portugis, belanda ingris dan beberapa tahun kemudian muncul pula ke empat yakni Prancis, apabila semuanya itu tidak di hadapi dengan kesunguhan, keberanian bahkan juga kekuatan, maka tidak mungkinkan bisa hidup bakal di tekan oleh suatu bangsa Eropah.

Karena itu dan cara-cara Sultan Iskandar Muda berjuang, dapatlah di lihat mengandung program pengluasan wilayahnya itu lebih kurang seperti berikut
A. menguasai seluruh negri dan pelabuhan di sebelah selat Malaka dan menetapkan terjaminnya kemasukan “Denche et Impara “ oleh penjajah Barat, usaha ini di jaalan kan dengan cara mufakat dan kalau tidak tercapai dengan jalan drastis
B. Memukul Johor, supaya tidak lagi dapat di tunggangi oleh portugis dan Belanda
C. Memukul negri-negeri di sebelah timur Malaya, sejaarah yang merugikaan pedagang Aceh dan usahanya untuk mencaapai kemenangan dari musuh, seperti Pahang, Patani dan lain-lain
D. Memukul portugis dan merampas malaka
E. Menaikan haarga pasaran hasil bumi untuk ekspor dengan jalan memusatkan pelabuhan sammudra kesatu pelabuhan di Aceh, sedikit dikitnya mengadakan pengawasan yang sempurna sehinga kepentingan kerajaan tidak di inginkan




(1) Perlawanan rakyat Malaka terhadap portugispada tahun 1511, armada portugis yang di pimpin oleh Albuquerque menyerang kerajaan Malaka untuk menyerang Colonial Portugis di Malaaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan portugis lebih kuat, pada tahun 1527, armada demak di bawaah pimpinan pelatihan dapat mengusai Banten, Suda kelapa, dan Cirebon kemudian menganti nama sunda kelapa menjadi jokyakarta ( Jakarta ).
(2) Perlawanan rakyat Aceh terhadap portugis
Mulai tahun 1554 hingga tahun 1555, upaya portugis tersebut gagal karena portugis mendapan perlawanan keras dari Aceh pada saat Sultan Is Muda berkuasa,Kerajaan Aceh pernah menyerang potugis di malaka pada tahun 1615 dan 1624.


(A) Perlawnan Aceh dengan portugis
Keberhasilan dalam mempertahankan diri menjadikan Aceh menyusun rencana untuk mengusir portugis dari malaka, begitu juga dengan portugis yang mulai tergangngu dengankebesarn kerajaan Aceh, akhirnya meletuskan kerjaan Aceh dengan Portugis. Pertempuran pertama yaitu Aceh menyerang portugis di malaka pada tahun 1547 Aceh berhasil memporak porandakan portugia di malaka tetapi tidak berhasil menguasai malaka karena benteng portugis yang begitu kokoh dan susah dihanjurkan yang bernama benteng Simao de melio.


(B) Akhir dari perang Aceh dan Portugis
Setelah Aceh mengalami kekelahan perang yang betkali-kali membuat Aceh tidak mempunyai pengaruh lagi di perdagan dan pengaruh di kerjaan di tanah melayu dan membuat portugis semakin besar, walaupun Aceh kalah perang dengan portugis tapi Aceh tidak bisa di kuasai oleh portugis.








B. RUMUSAN MASALAH

a. latar belakang apakah yang menyebabkan portugis mundur ke perlhaak
jawab:
Yang menyebabkan portugis mundur adalah usaha yang menghayat Syah untuk menghancurkan kerajaan kerajaan kecil yang berada di tangan portugis, dan portugis yang kualahan menghadapii seraangan Aceh dan aakhirnya Portugis mundur ke Perlhak


b. Apakaah setelah Aceh berhasil menyingkirkan Portugis, Aceh juga menaklukan Johor
Jawab:
Ia Aceh menaklukan Johor Pahang dan Pattani, dengan keberhasilan serangan ini wilayah kerajaan Aceh hampir mencakup Aceh Darussalam.




C. RINGKASAN

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda ( 1607-1636 ). Pada masa kepemimpinan,Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan portugis dari selat malaka.
Keberhasilan dalam mempertahankan diri menjadikan Aceh menyusun rencana untuk mengusir portugis dari malaka, begitu juga dengan portugis yang mulai tergangngu dengan kebesaran kerajaan Aceh,akhirnya meletuslah perang Aceh dengan portugis.
Sejarah mencatat bahwa,usaha Mughayat Syah untuk mengusir portugis dari
Seluruh bumi Aceh dengan menakluka kerejaan kerajaan kecil yang sudah berada di tangan portugis berjalan lancar. Secara berurutan ,portugis yang berada di daerah Daya ia gembur dan berhasil ia kalahkan. Kemenangan yang berturur turut ini membawa ke untungan yang luar biasa teurtama dalam aspek persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjatan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerakan mundur pasukan. Senjata senjata inilah yang di gunakan kembali oleh pasukan Mughayat Syah untuk menggupur portugis.
Ketika benteng di pasai telah di kuasai Aceh,portugis mundur ke peurlhak. Namun Mughayat Syah tidak memberikan kesempatan sama sekali pada portugis. Peurlhak juga di serang, sehingga portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil di rebut oleh Aceh hingga akhirnya portugis mundur ke malaka.
















DAFTAR PUSTAKA


Melayu Online
Masa Iskandar Muda, Aceh Sepanjang Abad

MAKALAH SEJARAH ACEH ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SRI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH

MAKALAH SEJARAH ACEH
ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SRI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098 H (1678-1688 M)
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
ERNAWATI (1006101050016)
AMI RATU DIANA (1006101050014)
DOSEN PEMBIMBING
Drs.T.Abdullah,SH





PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAh SWT. Karena berkat karunia dan hidayah-Nyalah sehingga makalah yang berjudul “ ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDI INAYAT SYAH ” dapat di selesaikan tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini kami mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, tetapi dengan niat yang ikhlas serta tujuan untuk yang membangun diri, maka makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusuanan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran-saran dan kritik yang sifatnya membangundemi kesempurnaan makalah ini.
Ucapan terima kasih Kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusan makalah ini, khususnnya dosen Pembimbing Mata Kuliah.
Harapan penyusun semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal alamin ……………..



Banda Aceh, 14 Maret 2011

Penulis
Kelompok 12







DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang……..............................................................................1
B. Rumusan Masalah …………………..........................................................3
C. Tujuan………………………………………………………………………………………………3
BAB II PEMBAHASAN
A. PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098H (1678-1688M)…………………………………………………….4
1. TEGAS MENGHADAPI VOC...........................................4
2. .KEDATANGAN UTUSAN INGGRIS.............................5
3. KEDATANGAN UTUSAN SYARIF MEKKAH............7
4. ZAKIATUDDIN WAFAT.................................................10

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………....11
A. Kesimpulan ...............................................................................11
B. Saran…………………………………………………………...11
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Aceh sebelum di pimpin oleh para Ratu, terlebih dahulu telah ada Undang-Undang Dasar Kerajaan, sebagai penyempurna terhadp peraturan-peratuan yang telah di buat sebelumnya, yang dinamakan Kanun Meukuta Alam , atau disebut juga Adat Mukuta Alam, atau disebut juga Adat Aceh.
Dalam Kanun Meukuta Alam ini, diatur segala hal ihwal yang berhubungan denngan Negara secara dasarnya saja, baik yang mengenai dengan dasar negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan dalam negara, lembaga-lembaga dan lain-lainnya.
Pada saat Aceh di pimpin oleh beberapa Ratu selama 59 tahun Aceh sangat maju, dan aceh masih menjadi Kerajan yang terkenal, bhkan Aceh menjalin hubungan dagang yang baik dengan kerajaan-kerjaan yangg lain.
Berdasarkan ketenuan-ketentuan yang telah ada, maka organisasi Kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemrintahan para Ratu, adalah sebagai berikut:
a. Betuk dan Dasar Negara
Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa bentuk negara yaitu kerajaan dan dasar negara yaitu islam, yang dapat di jelaskan sebagai berikut:
• Negara berbentuk kerajaan, dimana kepala negara bergelar sultan dan diangkat turun-temurun.
• Kerajaan bernama Kerjaan Aceh darussalam, dengan Ibu Kota Banda Aceh Darussalam.
• Kepala Negara Bergelar sulthan Imam Adil, yang dibantu oleh Sekretaris negara.
• Orang kedua dalam Kerajaan, yaitu KadliMalikul Adil, dengan empat orang. pembantunya yang bergelar Mufti Empat.

b.Negara Hukum
Dalam Kanun Meukuta Alam, bahwa kerajaamn Aceh Darussalam adalah negara hukum yang mutlak sah, dan rakyat bukan patung yang terdiri di tengah padang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, laggi besar matanya dan lagi panjang sampai ketimur dan kebarat.
c.Sumber Hukum
Kanun menetapkan bahwa sumber hukum bagi Kerjaan Aceh.
• Al Quran
• As Sunnah
• Ijmak Ulama
• Qias
d.Cap Sikureng
Dalam Kanun ditetapkan, bahwa cap (stempel) Negara yang tertinggi, yaitu Cap Sikureng (stempel sembilan), berbentuk bundar bertunjung keliling ditangah-tengah nama Sulthana yang sedang memerintah, dan kelilingnya nama delapan orang Sultan yang memerintah sebelumnya. Menurut Kanun, bahwa delapan orang sultan dikelilingnya melambangkan empat dasar hukum (qur’an, sunnah, ijmak, ulama dan kias) dan empat jenis hukum (hukum, adat, kanun, dan reusam), yang berarti bahwa sultan Sulthan dikeliling oleh hukum.
e.Lembaga-lembaga Negara
Kanun menetapkan lembaga-lembaga Negara dan pejabat-pejabat tinggi yang memimpinnya, yang ikhtisarnya sabagai berikut:
1. Balai Rong Sari: Lemaga yang dipimpin oleh sulthananya sendiri, yang anggotanya rterdiri dari Hulubalang Empat dan Ulama Tujuh.
2. Balai Majelis Mahkamah Rakyat: Lembaga yang dipimpin oleh Kadlil Malikul Adil, yang anggotanya tujuh ouluh tiga orang
3. Balai Gading: Lembaga yang dipimpin wazir Mu’adhdham Orang Kaya laksamana Sari Perdana Mentri.
4. Balai Furdhah: Lembaga yang mangurus ihwal ekonomi, yang dipimpin oleh Wazir yang bergelar Mentri Seri Paduka.
5. Balai Laksmana: lembaga yang mengurus hal ihwal angkatan perang, yang dipimpin oleh seorang Wazir Laksmana Amirul Harb.
6. Balai Majelis Mahkamah: Lemaga yang mengurus hal ihwal kehakiman/pengadilan, dipimpin olh seorang Wazir yang bergelar Seri Raja Panglima Wazir Mizan.
7. Balai Baitul Ml: Lembaga yang mengurus hal ihwal keuangan dan perendaharan negara, dipimpin oleh serang wazir yang ergelar orang kaya Seri Maharaja Bendahara Raja Wazir Dirham.


B. RUMUSAN MASALAH
• Bagaimana masa Pemerintahan SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH dalam memerintah kerajaan Aceh .


C. TUJUAN
• Untuk mengetahui sejarah perkembangan pemerintahaan pada masa Aceh dipimpin oleh seorang wanita yaitu, Seri Ratu Safiatuddin Inayat Syah.







BAB II
PEMBAHASAN
A.PEMERINTAHAN SERI RATU ZAKIATUDDIN INAYAT SYAH
1088-1098H (1678-1688M)
Sebelum pemakaman Seri Ratu Nurul Alam Nakiatuddin dilaksanakan,terlebih dahulu pada hari Ahad taggal 1 zulka’idah 1088 H. (23 Yanuari 1678 M) dinobatkan penggantinya,yaitu Sulthanah Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah.
Sebagaimana halnya Ratu Safiatuddin telah mempersiapkan Nakiatuddin untuk penggantinya, maka demikian pula sejak semula Ratu Nakiatuddin telah mempersiapkan Puteri Raja Setia untuk penggantinya,yang kemudian setelah dinobatkan bergelar Sulthanah Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah.
Menurut catatan sejarah, bahwa pada hakikatnya Seri Ratu Tujuh Alam Safiatuddin telah mempersiapkan tiga orang Pangeran Puteri untuk menjadi ratu dalam Kerajaan Aceh Darussalam setelah baginda, yaitu Ratu Nakiatuddin, Zakiatuddin dan Kamalat.
Ketiga puteri bangsawan ini telah di didik dalam keraton darut dunia dengan berbagai ilmu pengetahuan : hukum, termasuk hukum tatanegara, sejarah, filsafat, kesusastraan, pengetahuan agama islam, bahasa arab, bahasa persia, bahasa spanyol dan bahasa inggris. Yang mengajar bahasa Spanyol dan Inggris yaitu seorang wanita Belanda yang menjadi sekretariat Baginda.
1. Tegas Menghadapi V.O.C.
Kebijaksanaan politik yang telah dijalankan Ratu Tajul Alam Safiatuddin dan Ratu Nurul Alam Nakiatuddin, terus dijalankan oleh Ratu Zakiatuddin Inayat Syah. Tindakan keras dan tegas terhadap kaum wujudiyah dan dalam politik yang berdiri dibelakang, semakin diperhebat, sehingga tidak diberi kesempatan bernafas kepada mereka. Kepada kongsi perdagangan Belanda (V.O.C.) yang semenjak pemerintahan Ratu Tajul Alam Safiatuddin terus menerus merong-rong kedaulatan Aceh, Ratu Zakiatuddin sama sekali tidak memberi hati, bahkan memperlihatkan giginya.
Di Sumatra Barat dengan segera ratu menunjukkan kekuatannya kembali kpada V.O.C., antara lain dengan menarik kembali daerah Bayang kedalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Sikap tegas yang demikian mendapat sambutan hangat dan baik dari rakyat Minangkabau, sehingga menimbulkan kesulitan yang bukan sedikit bagi Melchiol Hurdt sebagai wakil persatuan dagang Belanda (V.O.C) yang berkedudukan di Padang. Dua tahun V.O.C. harus melakukan peperangan yang dahsyat.
Pada saat itu, Ratu Zakiatuddin Inayat Syah tidak mengabaikan segala usaha untuk mematahkan kekuatan persatuan dagang Belanda itu untuk kepentingan dan keselamatan rakyatnya. Dengan semua negara tetangga diikatnya perjanjian persahabatan dan perjanjian saling membantu untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda. Hanya Kerajaan Siam yang tidak dapat ditariknya kedalam lingkungan persahabatan.
Di samping menghadapi segala tantangan dengan tegas Ratu Zakiatuddin bertindak cepat memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dayah-dayah yang telah ada dipelihara terus , disamping mendirikan dayah-dayah yang baru, sementara Pusat Pendidikan Tinggi Baiturrahman dikembangan terus dibawah pimpinan Syekh Abdurrauf Syiahkuala dan ulama-ulama lainnya. Menasah dan mesjid dibina dan ditingkatkan fungsinya, sehingga ajaran-ajaran agama islam merata kedalam jiwa rakyat.

2. Kedatangan Utusan Inggris
Kedatangan dari luar negeri bebrapa kali yaitu : dua kali utusan inggris dan sekali utusan Syarif Mekkah. Utusan Inggris datang dari india ditahun 1684. Utusan itu bercerita sampai di India bahwa Sulthanah ini suaranya keras dan badannya tegap.
Utusan Inggris itu yang terdiri dari tuan-tuan ord dan cawley, dari Madras, membawa mandat dari pemerintahan jajahan inggris disana, untuk meminta supaya inggris diberi izin mendirikan kantor dagang yang diperteguh dengan benteng. Permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Sulthanah. Diceritakan, bahwa pada utusan dinyatakan,
bahwa ratu sendiri pun tidak akan diizinkan mendirikan benteng di Aceh jika membahayakan kepentingan negara. Utusan diterima oleh orang-orang besar bukan oleh ratu sendiri.
Salah seorang Inggris lain melawat ke Aceh disekitar masa Sulthanah ini memerintah, ialah Wiliam Dampier. Antara lain didalam bukunya banyak dibaca didapati kesan-kesannya sepintas lalu Aceh katanya : ”This country is governed by a Queen, under whom there are 12 Orang Kayas or Geat Lords. They act in the several precints with gret power and authority”. (Negeri ini diperintah oleh seorang ratu, dibawahnya 12 orang kaya atau pangeran agung. Mereka menjalankan kekuasaannya dalam bidangnya masing-masing dengan hak dan kekuasaan besar.)
Singkatnya dapat dijelaskan susunan pemerintahan di Aceh seagai berikut: Sulthana memerintahdengan di bantu oleh 12 orang Mentri (dengan berbagai titel: Kadil Malikul Adil, Laksamana, Perdana Mentri, Syahandar dan sebagainya). Masing-masing mentri berkuasa dan bertanggung jawab dilapangannya. Khusus mengenai pemerintahan Aceh Besar, disusun menurut sistem Tiga Sagi. Tiap sagi dikepalai oleh seorang panglima. Tiap Sagi merupakan bagian dari tungku tiga sejerangan, kekuasaannya yang utama adalah untuk menetapkan ahlli waris kerajaan.
Tentang kedatangan utusan inggris itu, Ilyas Sutan Pamenan melukiskan, bahwa mereka meminta izin agar bole mendirikan sebuah kantor dagang dan sebuah Benteng di Banda Aceh. Mereka mengharapkan dengan demikian mendapat imbangan dari kerugian yang tlah mereka derita karena harus meninggalkan Bantam dan Pulau Silebar untuk kepentingan V.O.C. Dengan jalan demikian mereka mengharapkan juga akan mendapat bahagian dalam perdagangan lada di Aceh.
Inayat yang mengtahui benar apa artinya sebuah benteng bagi bangsa asing didalam daerah kerajaannya dengan sangat bijaksana menolak permintaan itu, sambil menyatakan, bahwa biarlah baginda melindungi perdagangan bangsa Inggris di Aceh dengan persenjataan lengkap dan cukuplah bagi mereka mendirikan sebuah kantor dagang saja diplabuhan Aceh.
Orang Inggris tidak jadi tinggal di Aceh, mereka menyingkir pergi ke Bengkulu, hubungan dagang Aceh dengan Batam masih terus berjalan dengan sangat lancar, malah brtambah pesat sejak kapal-kapal Aceh mendapat gangguan dari V.O.C. di perairan sebelah timur Pulau Sumatra. Mereka sejak itu mengambil jalan barat dan tindakan itu bagi V.O.C. menimbulkan soal yang harus dipecahkan pula dan menjadi buah pikiran yang sangat memusingkan.

3. Kedatangan Utusan Syarif Mekkah
Dalam tahun 1683 Ratu Zakiatuddin Inayat Syah menerima utusan Mekkah yang dikirim oleh Syarif Barakat sebagai penguasa Hijaz (Mekkah dan Madinah). perutusan Syarif Mekkah itu berada di bawah pimpinan Yusuf Al Qudsi yang berada di india sampai empat tahun lamanya. Sulthana (India) tidak mau menerimanya, tidak pula tertarik untuk mengetahui bingkisan yang dibawanya, karena itu, siutusan memtuskan sendiri untuk berangkat saja ke Banda Aceh. Setiba di sana dipersembahkan bingkisan tersebut sambil menjelaskan bahwa bingkisan itu adalah kiriman Syarif Barakat, Raja Mekkah, binkisan itu di terima oleh Ratu dengan gembira. Ratu menitahkan supaya utusan tinggal dulu di Aceh, sebab Ratu ingin mengirim bingkisan balasan, dan untuk menyiapkan perlu waktu.
Utusan itu di terima Baginda dengan segala upacara kebesaran, sehinnga menimbulkan perasan puas pada mereka. Sekembalinya utusan dari Mekkah, di sampaikanlah oleh merekakepada Syarif betapa baik dan sempurnanya pemerintahan Raja puteri di Aceh dan betapa patuh dan taatnnya rakyat di situ memeluk agama islam. Rakyat hidup rukun damai., kemakmuran terlihat dimana-mana.
Pada masa pemerintahan Ratu Zakituddin Inayat Syah, tibalah di Banda Aceh perutusan Syarif Mekkah. Untuk menyaksikan apakah benar laporan kaum wujudyiah yang menyatakan bahwa kerajaan Aceh di bawah Pemerintahan Ratu telah jauh menyimpang dari Agama Islam.
Dalam peninjauan para utusan itu ternyata, bahwa kerajaan Acehdarussalam adalah benar-benar Kerajaan Islam yang Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan bermahzab Syafi’I. Sulthanah Ratu Zakiatuddin ternyata seorang raja yang taat lagi salih, Ratu beribicara dengan para utusan Syarif Mekkah di belakang tabir dari sutra dewangga dengan bahasa Arab yang pasih. Merek sangat kagum menyaksikan Banda Aceh yang cantik dan permai, segala bangsa berdiam disana, kebanyakan mereka kaum saudagar.
Ketika mendapat kesempatan menghadap sulthanah, keheranan mereka jadi bertambah, dimana mereka dapati tentera pengawal istana terdiri dari perajurit-perajurit wanita yang semuanya mengendarai kuda. Pakaian dan hiasan kuda-kuda itu dari emas, suasa dan perak. Tingkah laku pasukan kehormatan dan pakaian mereka cukup sopan, tidak ada yang menyalahi perturan Agama Islam.
Ketika mereka menghadap sulthanah, mereka dapati Seri Ratu dengan para pembantunya yang terdiri dari kaum wanita, duduk di balik tabir kain sutra dewangga yang berwarna kuning berumbai-umbai dan berhiasan emas permata. Ratu berbicara dengan bahasa Arab yang pasih dengan mempergunakan kata-kata yang diplomatis, sehingga menimbulkan ta’jub yang amat sangat bagi para utusan. Dalam pergaulan dalam istana tidak satu pun mereaka dapati, yang di luar ketentuan ajaran Islam. Mereka masih dapat menyaksikan sisa-sisa kebesaran istan dan masjidBaiturrahim, yang dalam masa pemerintahan Ratu alam di bakar oleh kaum wujudiyah.
Ketika utusan berada disana, terjadilah suatu malapetaka, sebuah gereja terbakar, menyebabakan emas-emas yang tersimpan disana terlebur semuanya brubah bentuknya seperti tubuh manusia.
Ratu lalu memerintahkan supaya emas berbentuk maniusia itu turut di kirim bersama bingkisan untuk Syarif Mekkah. Sebagai tambahan, sulthana mengirim pula jumlah uang sedekah khusus untuk di bagi-bagikan kepada fakir miskin di mekkah.
Setahun lamanya mereka menjadi tamu Kerajaan Aceh Drussalam. Waktu mereka akan pulang, Seri Ratu Zakiatuddin menghadiahkan kepada mereka berbagai rupa benda yang bernilai, di samping menitipkan hadiah kepada Syarif Mekkah, Masjidil Haramdan kepada Masjidil Nabawi di Madinah. Hadiah-hadiah tersebut terdiri dari:
1. Tiga kinthar emas murni yang masih bergumpal-gumpal.
2. Tiga rithal kamfer (kapur barus), kayu cendana dan jeubeut musang (eivet).
3. Tiga gulyun (alat penghisap tembakau) dari emas.
4. Dua penyondong (lampukaki) dari pada emas.
5. Lima lampu gantung dari pada emas.
6. Lampu kaki dan kandil dari pada emas.
Utusan tiba di Mekkah kembali pada waktu Syarifsai’id telah menggantikan ayahnya menjadi raja. Mereka kembali ke Mekkah dan sampai di Mekkah pada bulan Sya’ban 1094 (14 september 1683). Dalam rombongan Syarif yang datang k Aceh itu, ada dua orang Syarif bersaudara, yaitu Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim.
Ketika itu terjadilah pertikaian antara sesama Syarif yang berhak mendapat bagian ¾ dari seluruh hasil di Mekkah pada satu pihak dengan pihak syarif Besar Sa’id. Golongan Syarif-Syarif manuntut supaya ¾ dari bingkisan dari Aceh itu di serahkan ke pada mereka, sedang Syerif sendiri tidak bersedia menyerahkannya. Untuk tidak meruwetkan, diadakan persetujuan sementara, yaitu selama Syarif El Harith, pada akhirnya tercapai persetujuan bahwa golongan pemilik ¾ diserahi ½ dari bingkisan itu, tapi dalam pengertian bahwa itu adalah pemberian dari Syarif Besar kepada mereka,
Demikianlah pembagian dilakukan dan sedekah untuk fakir miskin dibagi-bagikan. Snouck Hurgronje mencacat bahwa ketika utusan Mekkah pulang telah turut juga utusan Aceh ke Mekkah khusus, tugasnya untuk mengawasi pembagian merata dari sedekah-sedekah untu fakir misakin. Selama rombongan mereka berada di Aceh, telah menarik beberapa orang pembesar yang dalam hatinya yang memang anti kepada Raja Wanita.
Dalam menjalankan rencananya, yaitu mentiadakan Dinasti Ratu, mereka melihat dua Syarif bersaudra yang ambisus dapat diajak serta. Karena itu, mereka mengusulkan kepada ketua peutusn agar Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim bolh tinggl di Aceh untuk membantu pengembangan ajaran-ajaran Islam, dimana permintaan di kabulkan,teristimewa karena dua Syarif bersudara telah menyetujuinya karena mereka telah lebih dahulu dihubunginya dengan brmacam janji antara lain, kalau Ratu dapat di jatuh kan oleh seorang diantara mereka akan diangkat menjadi Sulthan.
Demikianlah, pada awal tahun 1094 H. ketua dan para anggota perutusan bertolak kembali ke Mekkah dengan seperangkat hadiah, kecuali yang tinggal Syarif Hasyim dan Syarif Ibrahim. Sekian peristiwa itu, kurang terang apa yang di maksud dengan gereja, sepertinya yang dimaksud itu adalah bukan Gereja tetapi Mesjid Baitu’l-Rahman , yang disebut-sebut pada masa Nuru’l-Alam menjadi rajalah Mesjid besar telah terakar habis, tetapi boleh jadi bukan dimasa Nuru’l-Alam, tapi dimasa Inayat Syahlah mesjid terbakar.




4. Zakiatuddin Wafat
Selama memerintah, Rtu Zakiatuddin telah brbut banyak untuk mempertahankan sisa-sisa kbesaran Aceh. Sekalipun baginda tidak sanggup mengembalikan Aceh kepada martabat sperti di zaman Iskandar Muda, namun baginda tlah dpt memprtahankan keadan Aceh seperti waktu diwarisinya, bahkan dalam beberapa hal dapat di tingkat kan kembali.
Setelah memerintah selama sepuluh tahun, pada hari Ahad tanggal 8 Zulhijjah 1098 H. (3 Oktober 1688 M.), Sulthana Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah berpulang ke Rahmatullah. Sebaik ia meninggal timbul banyak perebutan tahta, golongan pemerintah (para menteri) menginginikan supaya tidak lagi permpuan menjadi raja.
Sebalikny golongan Tiga Sagi ingin supaya perempuan tetap jadi pilihan. Akhirnya Tiga Sagi menang, karena mereka lebih kuat nampaknya, maka diangkatlah lagi seorang puteri bangsawan yang menjadi pemimpin.












BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pada saat Kerajaan Aceh di pimpin oleh beberapa Ratu selama 59 tahun Kerajaan Aceh sangat maju, dan Kerajaan Aceh masih menjadi Kerajaan yang terkenal, bahkan Aceh menjalin hubungan dagang yang baik dengan kerajaan-kerjaan yang lain.
Zakiatuddin merupakan pemimpin wanita ketiga pada Kerajaan Aceh Darussalam. Ia merupakan anak dari seri Ratu Nurul Alam Naqiatuddin yang menurut cacatan ayah zakiatuddin adalah Sultan Muhammad Syah.
Pada Saat Kerajaan Aceh di pimpin oleh Seri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah Kerajaan Aceh sangat maju, Ratu Zakiatuddin adalah pemimpin yang taatl dan salih, buktinya ia lebih mementingkan kepentingan rakyatnya, pada saat Pemerintahan jajahan inggris meminta supaya Inggris diberikan izin untuk mendirikan kantor dagang yang diperteguh dengan Benteng, permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Ratu dengan alasan dapat membahayakan kepentingan Negara. Ratu Zakiatuddin sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya dan keselamatan kerajaannya. Rakyat pun sangat menghormati pemimpinnya, rayat juga hidup rukun dan damai.

B.Saran
Inilah hasil penulisan makalah kami, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu kami menerima saran dan kritik guna untuk membangun makalah ini, serta agar sempurnanya pembuatan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA
Hasjmy, A. 59 Tahun Aceh Merdeka di bawah Pemerintahan Ratu. Bulan Bintang: Jakarta.
Said mohammad, H. Aceh Sepanjang abad.

ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN SERI RATU NURUL’ALAm NAKIYATUDDIN (1675-1678 M)

ACEH PADA MASA PEMERINTAHAN
SERI RATU NURUL’ALAm NAKIYATUDDIN (1675-1678 M)

TUGAS :
Sejarah Aceh

DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK 5
ANGGOTA :
Siti Nurmala
Eviana Yunita




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2011
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan dan keselamatan sehinggah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat beriring salam tak lupa saya hanturkan keharibaan junjungan alam Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memperjuangkan Islam dan membimbing umat manusia menuju jalan yang berilmu pengetahuan.
Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada Dosen pembimbing yang telah bersedia untuk mengarah kami dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Dalam menyusun makalah ini, tentu saja saya masih banyak kekurangan dan keganjilan baik dalam tulisan maupun bahasa. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan dari semua pihak agar makalah ini nantinya dapat berguna untuk semua dan menjadi titik awal data penulisan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa yang membacanya.

Banda Aceh, 14 Maret 2011

Penulis
Kelompok 5





DAFTAR ISI

Halaman

1. KATA PENGANTAR i
2. DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN 2
2.1. Penobatan seri ratu nurul’Alam Nakiyatuddin 2
2.2. Pembentukan Tiga Sagi 2
2.3. Sabotase Kaum Wujudiyah 4
2.4. Melemahnya Perekonomian pada saat pemerintahan Nurul Alam 4
2.5. Wafatnya Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin 4

BAB III PENUTUP 6
3.1. Kesimpulan 6
3.2. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebagai sebuah pemerintahan berbentuk kerajaan, Aceh tempoe doeloe bukan hanya dipimpin seorang raja (sultan), tapi juga sultanah. Hal ini jelas membuktikan bahwa Aceh sangat menjunjung tinggi harkat dan derajat kaum perempuan. Menurut data sejarah tercatat empat perempuan yang berhasil memimpin Aceh Darussalam. Ratu Nurul’Alam dan Ratu Zakiyatuddin Inayah Syah juga Ratu Kamalat Syah, adalah putri dari Seri Ratu Tajul’Alam Shafiyatuddin anak dari suaminya adalah Malik Radiat Syah setelah Sultan Iskandar Tsany, Seri Raja Muhammad Syah Panglima Cut Ooh ada juga yang menyebut namanya Sultan Muhammad Syah.
Anak Seri Raja Muhammad Panglima Cut Ooh yang tertua dari isrinya yang lain (sebelum Seri Ratu Shafiyatuddin) adalah yang diangkat menjadi Panglima sagi XXVI mukim dalam pemerintahan Seri Ratu Nurul’Alam, yang bergelar Seri Imuem Muda Panglima Cut ooh.
Seri Ratu Nurul’alam ahli dalam berbahasa asing yaitu bahasa belanda. Karena dahulu ada seorang wanita Belanda yang menjadi sekretaris di istina bundanya Tajul Alam safiatuddin. Setahun Seri Ratu Nurul’Alam memerintah terjadilah suatu sabotase dikraton Darul-dunia. Dengan terbakar istana seluruh harta kerajaan yang berharga musnah menjadi abu sebab-sebabnya tidak diceritakan, yang jelas diketahui ialah barang-barang pusaka purbakalapun ikut musnah. Balai Peratna sembah dan mesjid Baiturrahim setelah memerintah selama 2 tahun lebih Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin, lalu ia berpulang ke Rahmatullah pada hari Ahad sehari bulan Dzul-qa’idah 1088 H (23 Januari 1678 M).

1.2 Rumusan Masalah
• Bagaimana cara pengangkatan Nurul Alam menjadi pemimpin Aceh?
• Bagaimana terjadinya sabotase dalam pemerintahan Nurul Alam Nakiyatuddin?
• Bagaimana pembentukan Tiga sagi?
• Bagaimana perekonomian pada saat pemerintahan Nurul Alam Nakiyatuddin?
• Bagaimana terjadinya kemunduran Pemerintahan seri Ratu Nurul Alam Nakiyatuddin?

1.3 Tujuan Penulisan
• Menjelaskan cara penggangkatan Nurul Alam menjadi pemimpin Aceh.
• Menjelaskan proses terjadinya sabotase dalam pemerintahan Nurul Alam Nakiatuddin.
• Menjelaskan pembentukan Tiga sagi.
• Menjelaskan perekonomian pada saat pemerintahan Nurul Alam Nakiyatuddin.
• Menjelaskan kemunduran pemerintahan Seri Ratu Nurul Alam Nakiyatuddin.






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penobatan Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin
Ratu Tajul alam Safiatuddin wafat pada hari tanggal 1 Sya’ban 1086 H.(23 Oktober 1675 M). Sebelum upacara pemakaman Ratu Tajul Safiatuddin dilakukan terlebih dahulu dilakukan penobatan penggantinya, yaitu Seri ratu Nurul Alam Naqiatuddin, sehingga setelah beliau dilantik lantas dinyatakan bahwa kerajaan berkabung 7 hari berhubung wafatnya Ratu Safiatuddin.
Nurul Alam mendapat kesempatan naik tahta untuk mengatasi suatu perebutan kerajaan yang merasa berhak mewarisi. Selain dari rongrongan penjajah Barat Kristen ( Belanda, portugis dan Inggris), yang tambah menghebatkan lagi, Ratu Nurul’alam yang baru dilantik juga menghadapi grogotan dari tikus-tikus dalam negri yaitu kaum Wujudiyah yang diperalat oleh golongan politik tertentu yang ingin menduduki kursi kesultanan.
Untuk menghadapi rongrongan dalm negri yang semakin terasa, Ratu berusaha memperkuat kedudukannya, atau lebih umum lagikedudukan pemerintahan pusat (kesultanan) antara laindengan mengadakan perubahan-perubahan dalam beberapa pasal kanun Meukuta Alam (Undang-undang Dasar kerajaan).

2.2 Pembentukan Tiga Sagi
Pemerintahan sehari-hari diserahkan kepada 3 Panglima sagi, Sagi itu berdasar mufakat rupanya seperti tampi yang bersegi 3. Selama tampi ini dalam ikatan satu ia akan dapat member manfaat kepada yang menerlukannya, masing-masing panglima sagi berkuasa penuh. Masing-masing sagi terdiri dari beberapa mukim, yang jumlahnya bergantung dengan banyak mukim yang bergabung. Sagi-sagi itu ialah, pertama bernama 22 mukim, kedua 26 mukim, dan ketiga 25 mukim.
Tentang sasal mula perciptanya system 3 sagi, demikian pula mengenai adanya fungsi irang-orang kaya yang 12, ada berbagai pendapat telah dikemukakan orang asing sebagai reaksinya. Melihat dari segi kemajuan, yang lebih dititik beratkan meninjaunya sebagai kemajuan konstitusonil, pembentukan 3 sagi di aceh Besar dengan pembagian lagi beberapa mukim untuk bawannya adalah suatu contoh dari kemajuan pemerintahannya.
Kedudukan 3 orang Panglima sagi sangat kuat antara lain yang member kata akhir dalam pengangkatan atau pemberhentian seseorang Sulthan, seperti dinyatakan dalam kanun Meeukuta Alam yang telah disempurnakan itu, yang ikhtisarnya :

• Yang berhak memilih dan memahzulkan Sultan yaitu :

a. Seri Imeum Muda Panglima Cut’oh, Panglima XXVI Mukim,

b. Seri Setia Ulama Panglima XXV mukim,

c. Seri Muda Perkasa Panglima Polem, Panglima XXI Mukim,

d. Kadli Malikul Adil, Mufti besar kerajaan.

• Seorang sultan yang akan diangkat berkewajiban membayar :

a. 32 kati mas murni sebagai jinamee,

b. 16.000, - Ringgit uang tunai sebagai dabha.

• Jinamee dan dabha tersebut dibagi kapada :

a. Panglima sagi XXVI Mukim, Panglima Saage XXV Mukim dan Panglima Sagi XXII Mukim, masing-masing 10 kati mas dan lima ribu ringgit,

b. Kadli Malikul Adil 2 kati emas dan seribu ringgit,

• Seorang sulthan baru boleh dan sah dinobatkan,setelah nyata sulthan sebelumnya wafat atau dimakzulkan.

• Daerah-daerah yang langsung dibawah perintah sulthan,yaitu:

a. Daerah keraon Darud-Dunia dan ibu kota Negara Banda Aceh Darussalam,

b. Mukim mesjid Raya,

c. Mukim pagar Aye,

d. Mukim lamsayun,

e. Kampung pandee,

f. Kampung jawa,

g. Kampung pelanggahan,

h. Mukim meraksa.

• Kepala–kepala pemerintahan (Ulebalang,Keujrun dan sebagainya) diluar Aceh Rayek,diangkat dengan sarakata sulthan menurut gelarnya masing-masing,dengan dibubuhi Cap Sikureung (Stempel halilintar).

• Kepala-kepala pemerintahan dalam Aceh Rayek,dipadakan dengan turun temurun,tanpa ada pengangkatan baru.

• Hak otonomi diberi seluas-luasnya kepada semua pemerintah Daerah,termasuk keuangan,kecuali berbagai macam sumber kekayaan yang langsung dikuasai sulthan.

• Urusan luar negri dan pertahanan,semuanya dalam urusan pemerinta pusat (Sulthan).

Pembentukan tiga sagi sudah terjadi pada masa Almarhum Tajul’Alam dengan ini ingin ditunjukkan bahwa Tajul’Alam lah yang membutuhkan sesuatu jaminan untuk mendapatkan dukungan selama memegang tampuk kerajaan. Sistem tiga sagi dibentuk oleh Sultan untuk meneguhkan pengaruhnya atas mereka(Orang-orang besar). Federasi Tiga Sagi diciptakan karena didisak oleh suasana lama sebelum Nurul’Alam, yang gunanya yakni untuk meneguhkan pengaruh Panglima-panglima sagi itu sendiri terhadap sultan dan orang0orang besar 12.
Dmana pemerintahan Nurul’Alam bertambah teguh pengaruh Panglima-panglima sagi, karena mereka berhak menentukan siapa orangnya yang menjadi raja-raja. Dibawah Pemerintahan raja-raja perempuan yang lemah yang telah diperintahkan oleh ulubalang dengan maksud tertentu, maka panglima-panglima Sagi telah juga mendorong kemauannya bahwa setiap penggantian raja haruslah turut ditentukan oleh Panglima-panglima Sagi. Sagi yang tiga ini berikut Ulubalang-ulubalang yang masuk bahwasanya sudah lama diadakan, lama sebelum sultan-sultan praktis ditempatkan dibawah pengawasan mereka.

2.3 Sabotase Kaum Wujudiyah
Usaha-usaha kaum Wujudiyah untuk menjatuhkan Ratu Nurul’Alam Nakiatuddin dengan cara hukum tidak berhasil, karena keTiga Panglima Sagi dan Kadli malikul Adil tetap mempertahankan, teristimewa karena sebagian besar para Ulama, termasuk Kadli Malikul Adil atau Mufti besar sendiri, menyatakan Sah Wanita menjadi kepala Negara.
Karena itu, Kaum Wujudiyah yang diperalat golongan politik tertentu melakukan gerakan gerakan dibawah tanah, antara lain dengan melakukan kampanye gelap bahwa menurut hukum islam wanita tidak boleh menjadi Kepala Negara, disamping mereka melakukan sabotase dan pelanggaran-pelanggaran hukum serta tata tertib.
Demikianlah, setelah setahun Ratu Nurul’Alam memerintah, maka kaum wujudiyah berhasil membekar Ibukota Negara Banda aceh, sehingga Mesjid Jami’ Baiturrahman dan Keraton Darud Dunia terbakar habis, demikian pula bahagian besar dari kota.

2.4 Melemahnya Perekonomian Pada Saat pemerintahan Nurul’Alam
Nurul’Alam sangat sulit untuk memajukan perekonomian rakyat dalam garis besarnya ia mencoba mengikuti jejak Raja Putri Tajul Alam. Tambahan lagi, bermacam-macam cobaan ditimpakan kepada seri Ratu itu. Baru saja ia duduk keatas tahta kerajaan, tiba-tiba terjadi kebakaran yang sangat besar dan maha mengejutkan.
Mesjid Baiturrahman dan Istana Seri Sultan beserta segala isinya, yang berarti tanda-tanda kebesaran Raja habis musnah dimakan api, yang bersimaharajalela dan berkuasa di Banda Aceh beberapa hari lamanya. Segala Tenaga yang dikerahkan untuk memadamkan api itu sia-sia belaka. Sungguh sial raja yang bercita-cita baik untuk rakyatnya itu.
Kebakaran di aceh yang maha dahyat itu turut juga menggemparkan Malaka, yang memuat peristiwa itu dalam tambo kerajaan pada tahun 1677.
Pemerintahan Nurul alam dalam menghadapi bermacam-macam kesulitan dalam membangun kotanya kembali setelah dimusnahkan api itu, member kesempatan yang besar kepada uleebalang-uleebalang Aceh untuk mempertinggi martabat mereka.

2.5 Wafatnya Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin
Sabotase kaum wujudiyah yang menghanguskan istana dan mesjid Baiturrahman serta sebahagian besar kota Banda Aceh, betul-betul telah melumpuhkan pemerintahan Ratu Nurul’Alam Nakiatuddin sehingga segala rencana yang telah dibuatnya menjadi berantakan.
Setelah memerintah selama 2 tahun lebih pada hari Ahad tanggal 1 Zulka’idah 1088 H (1678 M ), Sultanah Seri Ratu Nurul Alam Nakiyatuddin Syah wafat di Banda Aceh.
























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sultanah Naqiatuddin Nurul Alam adalah putri Malik Radiat Syah, yang memerintah setelah mangkatnya Sultanah Safiatuddin. Kepemerintahan Naqiatuddin hanyadua tahun lebih (1675-1678). Namun demikian, ada hal yang sangat fundamental dilakukannya, yakni keberanian mengubah Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh dan Adat Meukuta Alam. Aceh akhirnya dibentuk menjadi tiga federasi yang kemudian lebih akrab dengan sapaan Aceh Lhee Sagoe. Setiap pemimpin sagi disebut Panglima Sagoe (Panglima Sagi). Maksud pemerintahan seperti agar birokrasi tersentralisasi dengan menyerahkan segala urusan kedaerahan (dalam nagari) kepada pemimpin tiga sagi tersebut. Sistem ini pula kemudian diadopsi oleh negara luar, termasuk penjajah Belanda.

3.2 Saran
Setelah adanya makalah yang mengenai pemerintahan yang dipimpin oleh wanita maka kita dapat menyadari bahwa pemerintahan bukan hanya bisa dipimpin oleh seorang sultan. Hal ini jelas membuktikan bahwa Aceh sangat menjunjung tinggi Harkat dan Martabat kaum wanita semoga dengan adanya makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan bagi pribadi kami sendiri agar dapat kita contoh semangat perjuangan wanita pada zaman dahulu.

























DAFTAR PUSTAKA

Hasymy, A. 1977. 59 Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan Ratu.

Saed, H.M. Aceh Sepanjang Abad.

Djalil, M.J. 2005. Gerak Kebangkitan Aceh. Bandung : CV Jaya Mukti.

Rabu, 28 Desember 2011

Tugas makalah sejarah Aceh I


ZAMAN SULTAN ISKANDAR MUDA (1607-1636)

OLEH:

FARAH DAYANA (1006101050010)
DEVI YULIA SARI (1006101050008)











JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2011








KATA PENGANTAR

ŲØŲ³Ł… Ų§Ł„Ł„Ł‡ Ų§Ł„Ų±Ų­Ł…Ł† Ų§Ł„Ų±Ų­ŁŠŁ…
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini.
kami sadari bahwa penulisan makalah ini dapat berjalan dengan lancar berkat motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui pengantar ini kami mengungkapkan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami, yaitu orang tua, dosen pembimbing.
kami menyadari bahwa makalah ini mungkin belum sempurna. Oleh karena itu laporan ini masih membutuhkan masukan agar makalah ini menjadi lebih baik dan sempurna. Berkaitan dengan hal tersebut kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dari dosen pembimbing.




Banda Aceh, 14 Maret 2011

Penulis















DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang……..............................................................................1
B.Tujuan…………………........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. TOKOH ISKANDAR MUDA
1. ASAL-USUL.........................................................................3
2. TANGGAL KELAHIRAN..................................................4
3. MASA KANAK-KANAK SEORANG RAJA...................4
4. NAMA ISKANDAR MUDA..............................................4
5. MASA KEKUASAAN........................................................6
6. PEMILIHAN PENGGANTI...............................................6
7. KEBESARAN ISKANDAR...............................................7
BAB III PENUTUP…………………………………………………..8
A. Kesimpulan ...............................................................................8
B. Saran…………………………………………………………...8
DAFTAR PUSTAKA














BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesudah Valentijn, maka yang pertama-tama menaruh perhatian khusus pada sejarah kesultanan Aceh, sudah tentu William Masrden: dialah yang membawa pulang ke Eropa naskah-naskah Aceh yang pertama dan menyerahkannya kepada Kings College. Dalam jilid ke dua dari karangannya, History of Sumatra yang memberi gambaran kasar yang pertama dari sejarah Aceh, berupa cerita yang masih sangat kurang sempurna. Tapi yang dibetulkannya dalam edisu kedua untuk itu dipakainya sebuah kronik berbahasa melayu yang sementara itu diperolehnya. Meskipun demikian teksnya mengandung beberapa kesalahan besar; salah satu diantaranya ialah Iskandar Muda disebutnya wafat pada tahun 1641 dan tidak pada tahun 1636.
Pada awal abad ke 19 terbitlah beberapa artikel pendek yang kebanyakan merupakan terjemahan dalam karangannya, “bibliotheque malaye” ( JA, Februari 1832,hlm.111), E. Jacquet mencatat sebagai nomor 19 sebuah “sejarah (raja-raja) Aceh (atau biasanya Atjin)”, lalu ia menambahkan bahwa “ tuan Masrden mempunyai 2 eksemplar; ada eksemplar ke 3 yang diberikannya kepada perpustakaan societe di London, Ed. Dulaulier-lah yang pada tahun 1839 memberi terjemahan kronik itu dalan joernal Asiatique. Isinya tidak lebih dari serentetan nama raja belaka, dan angka tahunnya tidak selalu sesuai dengan petunjuk-petunjuk dalam inskripsi-inskripsi makam yang masih ada. Pada tahun 1850 T. Braddell memberi terjemahan beberapa bagian dari adat Aceh tanpa mengindahkan sifat dokumen yang serba macam itu ataupun zaman ditulis bagian-bagiannya. Akan tetapi perlu dikemukakan bahwa pengarang tersebut mempunyai rasa simpati yang sangat besar terhadap bangsa aceh, suatu hal yang sesudahnya tidak baklal terdapat lagi.
Pada tahun 1850 itu di Inggris sedang berlaku perdagangan bebas dan Braddell yang mengira bahwa dengan “undang-undang niaga” yang dianggapnya berasal dari iskandar Muda itu telah ditemukannya suatu contoh liberalisme, mengagungkan “undang-undang niaga itu yang dasarnya telah dapat dijadikan teladan bagi negara Eropa yang manpun pada abad 17”.





B.Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji bagaimana perjuangan Sultan Iskandar muda dalam memimpin kerajaaan aceh hingga menjadi kerajaan yang makmur, serta kita mengetahui bagai mana asal usul Sultan Iskandar muda.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh Iskandar Muda

1. Asal usul
Pada mulanya ada seorang pangeran dari lamri yang bernama Munawar syah, keturunan iskandar zulkarnain. Dari seorang putri “berdarah putih”, peri khayangan, keturunan Maha bisnu, Munawar syah mendapatkan dua putra: Syah muhammad dan Syah mahmud. Mereka pun memperistri putri khayangan. Dari pihak leluhur ibu, iskandar keturunan keluarga raja Darul-kamal, dan dari pihak leluhur ayah keturunan keluarga raja mahkota alam. Kita masih ingat bahwa Drul-kamal dan mahkota alam dikatakan dahulu merupakan dua tempat pemukiman bertetangga(yang terpisah oleh sungai)dan yang gabungannya merupakan asal mula Dar us-Salam. Iskandar muda seorang diri mewakili kedua cabang itu, maka berhak sepenuhnya menuntut tahta ibunya, putri raja Indra bangsa, yang juga dinamakan paduka Syah alam, adalah anak Alaad-Din Ri’at syah, sultan Aceh dari 1589-1604: Sultan ini anak Sultan Firman syah, dan Sultan Firman Syah anak atau cucu ( menurut Djajadininggrat)Sultan Inayat Syah, raja Dar ul-Kamal.
Putri raja indra bangsa menikah dengan upacara besar-besaran ( dalam hikayat aceh ada cerita terperinci mengenai pesta perkawinan itu) dengan Sultan Mansyur Syah, anak Sultan Abd ul-Jalil; Sultan Abd ul-jalil adalah anak sultan ‘Alaad-Din Ri’ayat Syah al-kahhar ( sultan Aceh dari kira-kira 1539-1571); yang belakangan ini keturunan raja mahkota alam yang pertama ( yang disebut Muzafar Syah dalam hikayat Aceh, tetapi yang dinamakan Munawar Syah dalam reskonsitusi yang disusun Djajadiningrat). Menurut Ala ad-Din Ri’ayat Syah, maka Mansyur Syah ( ayah dari orang yang kemudian dinamakan Iskandar Muda) lebih layak diberi mahkota itu dari pada dia, tetapi Mansyur Syah agaknya menolak kehormatan itu dengan alasal umurnya masih terlalu muda. Akan tetapi Mansyur Syah yang sebenarnya harus menggantikan mertuanya, gugur ketika menduduki Ghuri, kerajaan kecil di pantai timur sumatra yang rajanya pernah menyerang aceh, maka jalan terbuka bagi anaknya.


2. Tanggal kelahiran
Tanggal kelahiran Iskandar tidak diketahui dengan pasti menurut keterangan hikayat, perkawinan Mansyur Syah dengan putri raja Indra bangsa diadakan “sewaktu pemerintahan Sultan ‘Ala ad-Din, anak sultan Ahmad dari perak” yang dari sumber lain kami ketahui memerintah dari 1579-1585 hikayat mengenaskan bahwa putri raja Indra bangsa hamil”beberapa waktu sesudah pernikahannya. Ada alasan untuk menganggap Iskandar lahir kira-kira tahun 1583. kalau begitu, dan 54 tahun waktu wafat.

3. Masa kanak-kanak seorang raja
Dalam hikayat Aceh dijelaskan cara pangeran muda itu tumbuh besar. Ketika umur nya 4 tahun kakeknya yang menyayanginya secara khusus memberikan “gajah mas dan kuda mas akan permainan”, lalu sebuah mainan otomatis yang berupa dua biri-biri yang dapat bertarung, lalu gasing dan kelereng dari emas atau dari suasa. Kekita ia berumur 5 tahun , kakeknya memberinya anak gajah yang bernama bernama Indra jaya sebagai teman main. Pada umur 7 tahun, anak itu sudah berburu gajah liar, : pada umur 8 tahun ia suka bermain perahu di sungai mengatur perang-perangan laut dengan meriam-meriam kecil; pada umur 9 tahun ia membagi teman-temannya menjadi dua pihak untuk main perang-perangan sambil membangun benteng-bentengan kecil: pada umur 12 tahun ia berburu kerbau yang berbahaya. Waktu mencapai umur 13 tahun ia mulai belajar dengan bimbingan Fakih Raja Indra Purba. Tak lama kemudian pangeran muda itu sudah pandai membaca AL-QUR’AN. Lalu seorang guru anggar ditugaskan mengajarnya kepandaian main anggar dalam satu hari diajarnya dua ratus”jurus” yang berbeda-beda.
4. Nama”Iskandar muda”
Di sisni timbil persoalan yang rumit. Dinyatakannya bahwa tak ada satu pun naskah sebelum wafatnya Sultan, baik yang berasal dari aceh maupun dar Eropa, yang menyebut nama itu. Oleh hikayat aceh pangeran muda itu hanya disebut dengan nama-nama pancagah, Johan alam dan Perkasa alam, sedangkan nama Iskandar tidak terdapat didalamnya. Hal ini tak membuktikan apa-apa karena naskah itu berhenti jauh sebelum raja itu naik tahta. Ada alasan lain yang dikemukakan dalam sepucuk surat kepada James I dari Inggris, yang tertanggal 1024 H (1613) pangeran itu dinamakan dirinya “Sri Sultan Perkasa Alam Juhan berdaulat yang bergelar Makuta alam” dan gelar Makuta alam itu rupanya hanya terdapat dalam kata persembahan sebuah karya Syams ud-Din dari pasi.
Cukup lah hal itu menyatakan bahwa “Iskandar Muda” hanyalah gelar anumerta ada tanda-tandanya yang dapat menimbulkan pendapat yang berlawanan. Kronik yang diterjemahkan Dulaurier mengatakan dengan jelas bahwa sang pangeran di beri nama Iskandar Muda pada hari penobatannya. “ Maka kerajaan Maharaja darma (di) Wangsa Tun pangkat bergelar Iskandar Muda pada hari itu jua. Dalam adat Aceh dikatakan bahwa pada tahun 1015 H atau 1606 M (tepat pada tahun penobatannya) Paduka Sri Sultan Iskandar Muda Johan berdaulat itu memerintahkan diadakannya kompilasi tarakata atau perintah-perintah raja, pada tahun 1045 H atau 1635 M ( tahun pemerintahannya berakhir ), Paduka Sri sultan Iskandar Muda Johan berdaulat mengeluarkan apa yang kami namakan maklumat monopoli. Perlu ditambahkan bahwa Djajadiningrat menyebut adanya sebuah mas dari aceh dengan tulisan Iskandar Muda “anak mansur”.Masa kekuasaan.
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun disisi lain kontrol ketat yang dilakukan oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya Sultan. Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Kekuasaan Aceh pula meliputi hingga Perak. Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia.[1] Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan.
Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan. Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.

5.Masa kekuasaan
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun disisi lain kontrol ketat yang dilakukan oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya Sultan. Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. KekuasaanAceh pula meliputi hingga Perak. Ketika Iskandar Muda mulai berkuasa pada tahun 1607, ia segera melakukan ekspedisi angkatan laut yang menyebabkan ia mendapatkan kontrol yang efektif di daerah barat laut Indonesia. Kendali kerajaan terlaksana dengan lancar di semua pelabuhan penting di pantai barat Sumatra dan di pantai timur, sampai ke Asahan di selatan.
Pelayaran penaklukannya dilancarkan sampai jauh ke Penang, di pantai timur Semenanjung Melayu, dan pedagang asing dipaksa untuk tunduk kepadanya. Kerajaannya kaya raya, dan menjadi pusat ilmu pengetahuan. Sri Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dengan seorang Putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dengan nama Putroe Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang Sultan dengan istrinya, Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu Sultan membangun Gunongan untuk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.
5. Pemilihan pengganti
Iskandar Muda mempunyai putra, Sultan Muda, yang tak banyak keterangannya dalam sumber-sumber (kecuali bahwa ia agaknya hadir dalam arak-arakan tanggal 10 Zulhijjah). Waktu beliau singgah di Aceh, pangeran muda itu sudah tidak di sukai lagi karena di tuduh melakukan komplotan yang secara terperinci tak kami ketahui.
Mengenai hal itu Bustan us-Salatin tak berkata apa-apa, yang di ceritakannya hanyalah bagaimana orang yang kemudian di kenal sebagai Iskandar Tani (lahir kira-kira 1612) pada umur 7 tahun di bawa dari istana pahang yang baru ditaklukkan oleh Iskandar Muda. Karena wajahnya yang menarik ia di senangi Sultan agung itu yang menamakannya Raja bungsu, lalu waktu umurnya 9 tahun, di kawinkan dengan putri Iskandar muda (putri sri alam permaisuri) dan dinamakan Sultan Husain. Ketika Iskandar Muda merasa sudah tiba ajalnya, dan ditunjukkannya menantunya sebagai penggantinya.
Iskandar Muda wafat pada tanggal 29 rajab 1046 H (27 Desember 1636 M ). Sebagaimana sering terjadi apabila seorang tokoh besar wafat, timbullah pertanyaan apakah wafatnya tidak terjadi dengan tidak wajar, maka dalam sepucuk surat yang di tulis Antonio Van Diemen pada tanggal 9 Desember 1637 dapat kita baca bahwa tidak mustahil ia di racun atas desakan orang portugis oleh para wanita yang di kirim raja Makasar ke Aceh sebagai tanda penghormatan.
6. Kebesaran Iskandar
Paduka Sri Sultan, dari raja di raja, yang termansyur karena perang-perang yang pernah dilancarkannya, satu-satunya raja Sumatra, raja yang lebih terkenal dari pendahulu-pendahulunya, yang disegani dalam kerajaannya, dihormati oleh tetangganya, dalam dirinya terjelma raja idaman, cara pemerintahanya adalah satu-satunya yang benar, yang terbentuk seakan-akan logam yang paling murni, yang dihiasi dengan warna –warna yang paling lembut, raja yang tahtanya tinggi serta sempurna, raja sumber kebaikan dan keadilan, seorang raja yang membawahi beberapa raja lain, ia telah menangkap raja Aru, dan semua daerah di priaman, tiku dan barus yang setelah di taklukkan olehnya, sekarang diperintah olehnya, Iskandar Muda mengungkapkan kesukaran-kesukaran yang pernah dialaminya dan yang masih tetap ada dalam usahanya untuk menanam orse baru yang menjadi impiannya, serta sedikit banyak mencoba membenarkan cara keras yang dipakainya.
Bahwa dulu aceh dilihatnya menjadi persembunyian pembunuh dan perampok, yang paling kuat menginjak yang lemah dan yang besar menindas yang kecil, itulah sebabnya ia di benci orang karena ia menghalangi mereka melakukan kejahatan dan pemerasan. Untuk mengakhiri gambaran Iskandar Muda ini, yang kami garis bawahi ialah betapa pandainya pengamat itu sekaligus merasai watak ganda Sultan itu dan memberi penghargaan yang selayaknya mengenai manusianya. Tokoh Iskandar Muda kemudian dibesar-besarkan secara berlebihan seperti lazimnya dalam dongeng.




BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan dari Raja Darul-Kamal, dan dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal dan Makota Alam dikatakan dahulunya merupakan dua tempat pemukiman bertetangga (yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula Aceh Darussalam. Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu, yang berhak sepenuhnya menuntut takhta.
Ibunya, bernama Putri Raja Indra Bangsa, yang juga dinamai Paduka Syah Alam, adalah anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10; dimana sultan ini adalah putra dari Sultan Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut Djajadiningrat) Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah, putra dari Sultan Abdul-Jalil, dimana Abdul-Jalil adalah putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3.
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang dimulai pada tahun 1607 sampai 1636, merupakan masa paling gemilang bagi Kesultanan Aceh, walaupun disisi lain kontrol ketat yang dilakukan oleh Iskandar Muda, menyebabkan banyak pemberontakan di kemudian hari setelah mangkatnya Sultan. Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau. Iskandar Muda wafat pada tanggal 29 rajab 1046 H (27 Desember 1636 M), dan kedudukannya digantikan oleh menantunya.
B.Saran
Dengan kita mempelajari tentang kehidupan Iskandar Muda kita bisa mengetahui bagaimana gambaran serta sifat seorang Iskandar Muda dalam memimpin kerajaan Aceh.








DAFTAR PUSTAKA

Lombard, Denys 1986. Kerajaan aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Jakarta: Balai Pustaka.

TINJAUAN KRITIS QANUN MEUKUTA ALAM

Tinjaun kritis “ qanun meukuta alam ”


DI SUSUN
OLEH

Ade Irawan
Rizki Rasnawi












JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2011






Kata Pengantar
Atas berkat Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang akhirnya kami dapat menyelesaikan sebuah makalah tentang tinjauan kritis QANUN MEUKUTA ALAM.
makalah ini kami tulis dengan bekerja sama dengan anggota kelompok dan mencari terlebih dulu dari berbagai sumber-sumber yang berhubungan dengan judul tersebut., mungkin dari isi makalah ini banyak hal-hal yang belum pernah kita tahu sebelumnya dan mungkin ada permasalahan-permasalahan yang tidak kami cantumkan atau terlampir karena banyaknya masalah sejarah yang menyangkut dengan qanun meukuta alam tersebut. kami hanya bisa menguraikan sedikit tentang qanun meukuta alam.
Kami harapkan makalah ini dapat menjadi sedikit ilmu yang dapat bermamfaat untuk kita, terutama dalam memperkaya nuansa dan perkembangan wawasan dalam studi kita ini. Kepada segenap yang telah membantu penyelesaian makalah ini, terutama segenap anggota kelompok yang telah mau membantu.
kami hanya bisa memaparkan sedikit dari sekian banyak masalah sejarah yang terdapat di dalam Perkembangan qanun meukuta alam pada kerajaan aceh. maka usaha kami ini pun tak luput dari kekurangan. untuk itu diharap kan kepada pembaca agar bisa memahaminya, mengkritik, dan memberi saran agar kami perbaiki dan kami menambahkan dimana ada kekurangannya.

Banda aceh. 08-februari-2011

penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………....…I
DAFTAR ISI………..…………………………………………………………………………………II
BAB I Pendahuluan……..……………………………………………………………………....1

1.1 Latar belakang…………………………………………………………………...….1
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………….1

BAB II qanun meukuta alam……………..……………………………………………….……..2
2.1 Lahirnya Qanun Meukuta Alam………………………………………………...2
2.2 Pengaruh Qanun Al-Asyi ..………………………………………….……..…....5
BAB III Penutup…………………………………………………………………………..…....6
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………..………...6
3.2 Saran ……….……………………………………………………….……...….…6
DAFTAR PUSTAKA













Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Aceh adalah daerah yang menjadi tempat mulanya perkembangan agama Islam. Secara kronologis, Kerajaan Islam di Aceh dimulai oleh Kerajaan Aceh Darussalam, ber¬pusat di Banda Aceh, sekitar abad 16 M. Pada masa itu Aceh juga tampil sebagai pusat kekua¬saan politik sekaligus pusat perkembangan budaya dan peradaban Asia Tenggara.
Sebagai ahli waris Kerajaan Peureulak (225-692 H/ 840-1292 M), Kerajaan Islam Samudra Pasai (433-831 H/ 1042-1428 M), dan Kera¬jaan Islam Lamuri (601-916 H/ 1205-1511 M), maka Kerajaan Islam Aceh Darussalam yang diproklamirkan pada Kamis, 12 Dzulqaidah 916 H/ 20 Februari 1511 M. Ia yang pada awal abad XVI Miladiyah telah menjadi salah satu dari “Lima Besar Islam”, melengkapi dirinya dengan berbagai peraturan perundangan, organisasi dan lembaga-lembaga negara, termasuk pusat-pusat pendidikan yang bertugas mengadakan tenaga-tenaga ahli dalam segala bidang dan mencerdaskan rakyat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari masalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh Qanun Meukuta Alam pada kerajaan aceh Darussalam, pengaruh yang menerapkan qanun meukuta alam di Negara-negara tetangga dan tijauan tentang isi qanun tersebut yang diterapkan didalam pemerintahan kerajaan aceh Darussalam yang bersumber dari Al-quran, Hadist, ijma’, dan Qias semasa sultan iskandar muda sampai pada raja terakhir aceh Darussalam.







Bab II
Qanun Meukuta Alam
2.1 Lahirnya Qanun Meukuta Alam
Qanun meukuta Alam adalah suatu peraturan yang menetapkan dasar-dasar pokok atau bagi kerajaan Aceh Darussalam, yang dalam istilah modern dapat disamakan dengan “Undang-undang Dasar Negara”. Qanun Meukuta Alam oleh sumber-sumber Barat sering disebut dengan “Adat Meukuta Alam”.
Menurut keterangan Teungku Di Meulek dalam risalahnya : Silsilah Raja-raja Samudra/Pase, bahwa raja yang mula-mula menyuruh susun Qanun Aceh adalah Sulthan Alaiddin Riayat Syah Al Kahhar (945-979 H. = 1539-1579 M), kemudian disempurnakan oleh Sulthan Iskandar Muda Darma Wangsa Perkasa Alam Syah (1016-1045 H. = 1607-1636 M). Dan kemudian disempurnakan lagi mengenai kedudukan wanita, oleh Sulthanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat (1050-1086 H. = 1641-1675 M), malahan pada saat itu disuruh bukukannya dengan lebih sempurna.
Bentuk Dan Dasar Negara
Dalam Kanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa bentuk ne
negara yaitu kerajaan dan dasar negara yaitu Islam, yang dengan
ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Negara berbentuk kerajaan, dimana kepala negara bergelar
sulthan dan diangkat turun temurun. Dalam keadaan dari
keturunan tertentu tidak ada yang memenuhi syarat-syarat,
boleh diangkat dari bukan turunan raja.
2. Kerajaan bernama Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Ibukota
Negara Banda Aceh Darussalam.
3. Kepala negara bergelar Sulthan Imam Adil, yang dibantu
oleh Sekretaris Negara yang bergelar Rama Setia Kerukun
Katibul Muluk.
4. Orang kedua dalam kerajaan, yaitu Kadli Maiikul Adil,
dengan empat orang pembantunya yang bergelar Mufti
Empat.
5. Untuk membantu sulthan dalam menjalankan pemerintahan
negara, kanun menetapkan beberapa pejabat tinggi yang bergelar Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-menteri).
Qanun al-Asyi atau Adat Meukuta Alam merupakan sumber hukum dari kerajaan Aceh Darussalam yang merupakan Undang-undang (UU)-nya kerajaan aceh.
Qanun al-Asyi (Qanun Adat Meukuta Alam), bahwa "adat bak Poteumeureuhoem, hukoem bak Syiah Kuala, qanun bak Putroe Phang, reusam bak Lakseumana", itu adalah pembagian kekuasaan. Yang berarti, bahwa kehidupan dan penghidupan masyarakat aceh bersendi pada adat(yang dipimpin oleh surltan sebaga eksekutif). Hokum berkaitan dengan penegakan hokum syariat yang berada pada ulama(sebagai yudukatif),qanun berkaitan dengan pembentukan peraturan yang berada dibawah perwakilan yang pembentukannya dipelopori oleh putroe phang(sebagai legislatif), dan reusam berkenaan dengan perihal protokoler yang tata kelola diserahkan kepada laksamana.
Dalam Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh Darussalam itu, yang bersumber pada al-Quran, al-Hadits, Ijma' dan Qias, disebutkan empat kekuasaan hukum yang diatur di dalamnya meliputi;
• kekuasan hukum (yudikatif) –kadhi malikul adil;
• kekuasaan adat (eksekutif) –sultan malikul adil;
• kekuasaan kama (Legislatif), --majelis mahkamah rakyat; dan
• kekuasaan reusam (hukum darurat) yang dipegang sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam keadaan perang.
Qanun Meukuta Alam memuat ketentuan-ketentuan bagi kerajaan, tentang masalah-masalah sebagai berikut :
1. Dasar serta rukun Negara dan sistem pemerintahan.
2. sumber hukum dan jenis-jenis hukum yang berlaku dalam kerajaan.
3. pemerintah pusat dan pembagian wilayah-wilayah negara.
4. Lembaga-lembaga negara dalam tingkat pusat serta tugas wewenangnya.
5. Nama-nama dan gelar jabatan bagi pejabat tinggi tingkat pusat.
6. Syarat-syrat menjadi Sulthan, Menteri Qadli dan pejabat tinggi lainnya.
7. Hak-hak warganegara dan hubungannya dengan negara.
8. Susunan Pemerintah Daerah dan tugas-tugas para pejabat daerah.
9. Cara-cara pengangkatan Sulthan.
10. Organisasi Angkatan Perang dan gelar-gelar para perwira tinggi/menengah.
11. Negara dalam keadaan perang.
12. Peraturan dasar tentang Perdagangan dalam dan luar negeri.
13. Syarat keadilan Pemerintah dan ketaatan rakyat.
14. Qanun meukuta Alam juga menetapkan garis pokok tentang bagaimana seharusnya Sulthan dan para pejabat tinggi lainnya menjalankan pemerintahan
Qanun Meukuta Alam telah diambil contoh oleh beberapa negara, terutama oleh negara tetangga, seperti ditulis oleh ahli sejarah Muhammad Said, dalam bukunya Aceh Sepanjang Abad halaman 174.
Beberapa peraturan yang disempurnakan. Penerbitan hukum yang dibangun oleh Iskandar Muda memperluas kemashurannya sampai keluar negeri, India, Arab, Mesir,Belanda, Inggeris, Portugis, Spanyol dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga mengambil peraturan hukum di Aceh untuk menjadi teladan, terutama peraturan itu berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama.
Negara Hukum
Kerajaan Aceh Darussalam dinyatakan sebagai satu Negara Hukum, seperti yang tercantum dalam Qanun Meukuta Alam. ”Bahwa Aceh Dararussalam adalah negeri hukum yang sah dan rakyat bukan patung yang terdiri di tengah pedang, akan tetapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya lagi panjang sampai ketimur dan kebarat.
Mengenai sumber hukum, didalam Qanun Meukuta Alam disebutkan, yaitu :
• Al-Qur’an
• Al-Hadist
• Idjma’ Ulama Ahlussunnah Wal Djama’ah
• Qias
Adapaun hukum yang bersumber pada empat hukum diatas, yaitu :
• Hukum yaitu yang mengatur masalah-masalah keagamaan
• Adat yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah kenegaraan
• Reusam yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah kemassyarakatan
• Qanun yaitu peraturan yang mengatur masalah-masalah ketentaraan/pertahanan
Demikianlahn dalam Qanun Meukuta Alam ditetapkan, bahwa Sulthan, Qadli Malikul Adil, Wazir (para menteri), Panglima Angkatan Perang, pejabat sipil (hulubalang), dan pejabat-pejabat lainnya diwajibkan tunduk kebawah Qanun (Undang-undang Hukum Negeri Aceh). Dan juga dalam Qanun Meukuta Alam mengatur syarat keadilan bagi para penguasa, terutama bagi Sulthan, artinya harus berlaku adil kepada rakyat, juga ditujukan untuk semua pejabat dalam Kerajaan Aceh Darussalam.
Dalam pasal 12 Qanun Al-Asyi disebutkan, "Apabila Uleebalang dalam negeri tidak menuruti hukum, maka sultan memanggil Teungku Chik Muda Pahlawan Negeri Meureudu, menyuruh pukul Uleebalang negeri itu atau diserang dan Uleebalang diberhentikan atau diusir, segala pohon tanamannya dan harta serta rumahnya dirampas."
Cap sikureueng
Menurut yang termaktub dalam Qanun Meukuta Alam bahwa delapan orang Sulthan yang namanya tercantum berkeliling dalam cap sikureueng adalah melambangkan empat jenis sumber hukum dan empat jenis nama hukum, sehingga Sulthan yang namanya tercantum ditengah-tengah adalah Sulthan yang sedang berkuasa.Filsafah dari cap sikureueng yaitu bahwa sulthan harus berada dalam lingkungan hukum tidak boleh menyeleweng dari rel qanun.
Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai wilayah-wilayah perlindungannya di luar Aceh, baik di Sumatra maupun diseberang lautan, yang didalam Qanun Meukuta Alam disebut ”daerah taklukannya”. Kepada daerah-daerah di luar Aceh, mereka diberi hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri seluas-luasnya, hanya yang di urus oleh pemerintah pusat di Banda Aceh, yaitu urusan luar negeri dan pertahanan
2.2 Pengaruh Qanun Al-Asyi
Qanun Al-Asyi atau disebut juga Adat Meukuta Alam bersumpahkan Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’ Ulama dan Qias. Qanun Al Asyi menetapkan bahwa dari empat sumbernya itu dibentuk empat jenis hukum, yaitu (1) kekuasaan hukum, dipegang oleh Kadli Malikul Adil, (2) kekuasaan adat, dipegang oleh Sultan Malikul Adil, (3) kekuasaan qanun, dipegang oleh Majelis Mah¬kamah Rakyat, (4) kekuasaan reusam, dipegang oleh penguasa tunggal, yaitu sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam negara perang.
Dalam melaksanakan empat jenis hukum ini, Qanun Al-Asyi menetapkan bahwa raja dan ula¬ma harus menjadi dwi tunggal, seperti tercan¬tum dalam qanun (yang diturunkan apa adan-ya). Artinya, ulama dengan raja atau rais tidak boleh jauh atau bercerai. Jika bercerai, niscaya binasalah negeri ini. Barang siapa mengerjakan hukum Allah dan meninggalkan adat, maka tersalah dengan dunianya, dan barang siapa mengerjakan adat dan meninggalkan hukum Allah, berdosalah dengan Allah. Maka hendak¬lah hukum dan adat seperti gagang pedang dengan mata pedang. Ini menandakan bahwa hukum sekuler yang berdasarkan akal (rasional) semata belumlah lengkap, karena jangkauan akal itu sangat terbatas. Sesungguhnya ada hal-hal yang tak terjangkau oleh akal sekalipun.
Qanun Al-Asyi yang disebut juga Meukuta Alam. Oleh para ahli sejarah dikatakan amat sempurna menurut ukuran zamannya. Hal ini menyebabkan Qanun Al-Asyi dipakai menjadi pedoman oleh Kerajaan-Kerajaan Islam lainnya di Asia Tenggara. Dalam hal ini, H. Muhammad Said, seorang ahli sejarah, menulis beberapa peraturan disempurnakan.
Oleh karena kemasyhuran perundang-un¬dangan Kerajaan Islam Aceh masa itu, banyak negeri tetangga yang melakukan copy paste peraturan hukum Aceh untuk negerinya. Di antaranya, India, Arab, Turki, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis, Spanyol, dan Tiongkok. Hal ini terutama karena peraturan itu berunsur ke¬pribadian yang dapat dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama. Jadi, adat Meukuta Alam adalah adat yang bersendi Syara’.
Haji Muhammad selanjutnya menulis “… Sebuah kerajaan yang jaya masa lampau di Kalimantan, yang bernama Brunei (sekarang Kerajaan Brunei Darussalam), ketika diperintah oleh seorang sul¬tan bernama Sultan Hasan, merupakan seorang keras pemeluk Islam setia. Dia telah mengam¬bil pedoman-pedoman untuk peraturan ne¬gerinya dengan berterus terang mengatakan mengambil teladan Undang-Undang Mahkota Alam Aceh.” Hal ini suatu bukti kemasyuran dan nilai tinggi Negeri Aceh yang sudah dimaklumi orang masa itu. Qanun Meukuta Alam adalah nama perundang-undangan Kerajaan Aceh Darussalam

Rukun-rukun kerajaan ini diharuskan oleh Qa¬nun Al-Asyi agar seorang sultan yang diangkat menguasai ilmu dunia dan akhirat, kuat iman, dan menjalankan syariat. Tentang hal ini, da¬lam qanun termaktub: “Bahwa jika raja adil, maka dia harus memiliki ilmu dunia dan akhirat, memiliki iman yang kuat, taqwa kepada Allah, malu kepada Rasul Allah, serta mengerjakan syariat nabi.”
Di samping itu, harus beramal shalih, berbuat adil kepada sekalian rakyat, mampu melawan hawa nafsu syaitan, dan mampu mensejahtera¬kan kehidupan rakyat sehingga selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Akan tetapi, jika se¬orang sultan bersikap zalim, dia harus dihukum sesuai yang berlaku dalam Qanun Al-Asyi.
Sebagai satu kerajaan yang dibangun atas aja¬ran Islam, Kerajaan Aceh Raya Darussalam din¬yatakan sebagai negara hukum, bukan negara hukuman yang mutlak. Hal ini sesuai maksud Qanun Al-Asyi, “Bahwa Negeri Aceh Darussalam adalah negeri hukum yang mutlak sah, bukan negeri hukuman yang mutlak sah. Rakyat bukan patung berdiri di tengah padang, tapi rakyat seperti pedang sembilan mata yang amat tajam, lagi besar matanya, lagi panjang sampai ke timur dan barat. Jangan dipermudah sekali-kali rakyat.”
Tentang sumber hukum, dalam Qanun Al-Asyi dengan tegas dicantumkan bahwa sumber hukum Kerajaan Aceh Darussalam yaitu Al- Qur’anul Karim, Al-Hadist, Ijma’ ulama, ahli sun¬nah, dan Qias. Qanun Meukuta Alam adalah nama perundang-undangan Kerajaan Aceh Darussalam sejak masa Sultan Iskandar sampai Sultan Muhammad Daud Syah; sebagai sultan Aceh terakhir.








Bab III
penutup
3.1 Simpulan
Qanun meukuta alam atau Qanun Al-Asyi adalah undang-undang yang terdapat pada kerajaan aceh Darussalam. Qanun meukuta alam adalah qanun yang disempulnakan oleh oleh sultan iskandar muda. Dan diteruskan oleh penerus-penerusnya. Dalam Kanun Meukuta Alam ini, diatur segala hal ihwal yang berhubungan dengan negara secara dasarnya saja, baik yang mengenai dengan dasar negara, sistem pemerintahan, pembahagian kekuasaan dalam negara, lembaga-lembaga negara dan lain-lainnya. Sumber hukum dari meukuta alam adalah Al-Qur’an, Al-hadist, Idma’ Ulama dan Qias.
Qanun meukuta alam mengatur kekuasan hukum (yudikatif) –kadhi malikul adil, kekuasaan adat (eksekutif) –sultan malikul adil, kekuasaan kama (Legislatif), majelis mahkamah rakyat dan kekuasaan reusam (hukum darurat) yang dipegang sultan sebagai penguasa tertinggi waktu negara dalam keadaan perang. Penerbitan hukum yang dibangun oleh Iskandar Muda memperluas kemashurannya sampai keluar negeri, India, Arab, Mesir, Belanda, Inggeris, Portugis, Spanyol dan Tiongkok. Banyak negeri tetangga mengambil peraturan hukum di Aceh untuk menjadi teladan, terutama peraturan itu berunsur kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-hukum agama.
3.2 saran
qanum meukuta alam adalah qanun yang hebat pada masanya. agar qanun ini tetap hidup maka daripada itu diharapkan kepada sejarawn, pembaca, dan menerus-penerus pemuda aceh harus mengetahui tentang qanun meukuta alam ini. Agar undang-undang ini tidak di lupakan begitu saja karena ini adalah salah satu sejarah tentang undang-undang yang terdapat aceh zaman dahulu.














DAFTAR PUSTAKA

Said, mohammda. Aceh sepanjang abad, jil 1. Medan: waspada, 1981.

Hoesin, Muhammad. Adat aceh,cet 1. Banda aceh: dinas P & K aceh, 1970.

Ali,hasjmy, 59 tahun aceh merdeka dibawah pemerintahan ratu. Jakarta : bulan bintang,1977

Internet

Senin, 19 Desember 2011

KEBIJAKAN CULTUURSTELSEL

Kebijakan Cultuurstelsel

Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagaiSistem Budaya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Pada praktiknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.
Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
Cultuurstelsel kemudian dihentikan setelah muncul berbagai kritik dengan dikeluarkannya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870, yang mengawali era liberalisasi ekonomi dalam sejarah penjajahan Indonesia.

Sejarah
Pada tahun 1830 pada saat pemerintah penjajah hampir bangkrut setelah terlibat perang Jawa terbesar (Perang Diponegoro, 1825-1830), Gubernur Jenderal Van den Bosch mendapat izin khusus melaksanakan sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) dengan tujuan utama mengisi kas pemerintahan jajahan yang kosong, atau menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan.
Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.
Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain.
Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa.
Pemerintah kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga kerja yang serba gratis. Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang permintaannya di pasar dunia sedang membubung, dibudidayakan.
Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus.
Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan diCirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Aturan
Berikut adalah isi dari aturan tanam paksa
1.     Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.
2.     Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.
3.     Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
4.     Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
5.     Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
6.     Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
7.     Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/d/d1/Wolter_Robert_van_Hoevel.gif/220px-Wolter_Robert_van_Hoevel.gif
http://bits.wikimedia.org/skins-1.18/common/images/magnify-clip.png
Wolter Robert baron van Hoƫvell, pejuang Politk Etis
Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidang sastra muncul Multatuli(Eduard Douwes Dekker), di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.
Kritik kaum liberal
Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah berhasil pada tahun1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dantembakau dalam bentuk sewa jangka pendek.
Kritik kaum humanis
Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda. Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.
Dalam bidang pertanian
Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.
Dalam bidang sosial
Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
Dalam bidang ekonomi
Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.